Tinjauan Multi Perspektif Kawasan Indo-Pasifik – Peluang dan Tantangan
- Jan 12, 2022
- /
- Buku
- /
- Admin
- 2307
Profil Buku
Judul : Tinjauan Multi Perspektif Kawasan Indo-Pasifik – Peluang dan Tantangan
Editor : Laode Muhammad Fathun S.IP., M.H.I, CT., CE dan Rika Isnarti, S.IP., MA(IntRel)
Publisher : Graha Ilmu
Tahun : 2021
Hubunganinternasional.id (HI.id): Apa yang melatarbelakangi penulisan buku ini?
Pada awalnya memang buku ini ditulis karena berkembangnya isu Hubungan Internasional yang semakin dinamis. Terutama bagi kami yang berada di Prodi Hubungan Internasional FISIP UPN Veteran Jakarta memang terbagi dari beberapa dosen yang memiliki kajian yang berbeda. Sedangkan Indo-Pasifik ini relevansinya memang lebih identik dengan kajian isu maritime. Oleh karena itu saya, sebagai yang mempelopori buku ini bersama rekan saya Mas Yugo Lastarob Komeini yang juga menjadi bagian dari editor buku sebelumnya, mencoba mengaplikasikan atau merealisasikan ide-ide teman-teman penulis yang memiliki kajian terkait tentang Indo-Pasifik ini dilihat dari berbagai perspektif.
Kenapa multi perspektif? Karena kami ingin memberikan kajian berbeda, karena di beberapa penelitian telah membuat beberapa kajian tapi tidak dilihat dari berbagai sudut pandang. Untuk mengisi kekosongan tersebut maka kami mencoba melihat kekosongan ini dari sudut pandang yang tentunya berbeda sehingga menambah khasanah keilmuan bagi teman-teman yang pingin mengkaji kawasan Indo-Pasifik ini sebagai satu kajian yang komperhensif.
Kita tahu misalkan kajian dari Professor Fortuna Anwar di International Affair Journal tahun 2020 masih bercerita tentang Indo-Pasifik tetapi spesifikasinya tentang Indonesia. Nah untuk itu ada beberapa buku lain tapi memang tidak ada buku yang melihatnya itu dari sudut pandang yang berbeda. Sehingga saya sebagai inisiator buku ini mencoba untuk mencari beberapa peneliti, beberapa penulis, yang bisa melihat buku ini, judul ini, topik ini, dari berbegai sudut pandang.
Makanya kalau kita lihat dari latar belakang buku ini, terlihat jelas bahwa buku ini menyediakan kajian dari berbagai sudut pandang dengan masing-masing penulis yang telah memiliki reputasi. Kita lihat di Bab I misalkan diawali dengan regionalism, politik internasional, kemudian ada tentang geopolitik dan geostrategi, ada keamanan maritime, ada diplomasi maritime, ada kita lihat dari sudut pandang negara misalnya India, Amerika, Australia, China, kemudian beberapa negara lain. Ini tentunya memberikan sumbangsih keilmuan yang cukup baik bagi penstudi Hubungan Internasional. Kemudian saya sendiri mencoba melihat studi Indo-Pasifik ini dari sudut pandang Indonesia Foreign Policy.
Karena saya lihat Indo-Pasifik ini menjadi satu wilayah baru dalam kebijakan luar negeri negara-negara karena kawasan ini begitu menarik beberapa negara untuk terlibat mengelola dan memanfaatkan wilayah tersebut sebagai bagian dari untuk memaksimalkan national interest yang mereka punya. Dan tentunya untuk memaksimalkan potensi tersebut menjadi power sharing, power politics, power economic, dan power social agar negara tersebut bisa menguasai secara kultur, struktur dan postur dari wilayah tersebut.
HI.id: Apa yang membuat kajian tentang Kawasan Indo-Pasifik ini menjadi penting dalam Hubungan Internasional?
LMF: Saya pikir sangat penting. Karena kawasan Indo-Pasifik ini adalah kawasan yang merupakan perluasan dari Samudra Hinda dan Samudra Pasifik. Oleh sebab itu, dengan segala potensi geo-economics yang dimiliki oleh wilayah tersebut akan berkonsekuensi pada geo-politics dan geo-strategy negara-negara. Bahkan saya menyimpulkan bahawa ketika Indo-Pasifik menjadi orientasi negara-negara dalam politik internasional, maka negara sekarang tidak berpikir pada state foreign policy, tetapi berpikir pada regionalism foreign policy.
Karena kita lihat negara-negara besar begitu merebutkan wilayah tersebut sebagai bagian dari (cara) melihat pengaruh kekuatan dan kekuasaan mereka di wilayah Asia Pasifik dan Samudra Hindia. Jadi, kalau kita lihat kenapa (kajian ini) penting dalam Hubungan Internasional, karena memang Indo-Pasifik ini kajiannya kompleks. Bisa ditinjau dari sudut pandang geopolitik, sudut pandang kebijakan luar negeri, keamanan maritime, diplomasi, ekonomi pembangunan, kerjasama internasional, bahkan juga bisa dilihat dari sudut pandang kerjasama SDGs.
Jadi saya pikir, kajian Indo-Pasifik ini sangat komperhensif dan menyediakan semacam kajian yang menarik bagi mahasiswa maupun dosen Hubungan Internasional untuk mengembangkan kajan ini sebagai satu materi yang padat, tepat dan komperhensif. Karena Indo-Pasifik ini wilayah yang luas dengan potensi yang luar biasa. Maka negara yang mampu mengelola, memanfaatkan wilayah tersebut adalah negara yang mampu berkontestasi. Bahkan kalau kita masih ingat pendapat dari Alfred T Mahan menyampaikan, bahwa negara yang mampu menguasai Asia Pasifik kedepan adalah negara yang bisa mengontrol dunia. Bahkan perang global kedepan itu berpikirnya, atau bergesernya ke wilayah Asia Pasifik.
HI.id: Bagaimana posisi dan peran Indonesia sebagai salah satu negara yang ada di dalamnya?
LMF: Menurut saya, posisi Indonesia tetap sentral dan netral. Kenapa? Karena Indonesia menjadi negara yang selalu menjadi pelopor. Makanya Indonesia itu berperan dalam tiga sugesti penting. Yaitu sebagai sebagai katalisator, yaitu selalu mencoba mengajukan program. Kemudian menjadi fasilitator, (yaitu) mencoba mengawasi program, dan yang ketiga menjadi manager, (yaitu) menjadi pemimpin program. Kita lihat bagaimana keterlibatan Indonesia dalam mengontrol wilayah-wilayah yang memang ada di sekitaran Indo-Pasifik misalnya Laut China Selatan.
Indonesia menginisiasi melalui Bali Concord, code of conduct, atau misalkan Indonesia bersama negara lain membentuk ASEAN outlook on Indo-Pasifik, dan beberapa kerjasama lain yang tentunya ini akan sangat bermanfaat. Ini tidak terlepas juga misalkan ada keterlibatan Indonesia seperti di Asean Regional Forum (ARF), kemudian ada kerjasama maritime lain yang tentunya melihat posisi strategis Indonesia sebagai negara kepulauan dan negara yang memiliki geopolitik yang berbatasan dengan beberapa negara di Asia Pasifik tentunya posisi ini akan sangat komperhensif apabila Indonesia memainkan peran yang baik untuk bisa terlibat dalam kerjasama global yang terutama focus dan locusnya itu ada di wilayah Indo-Pasifik.
Indonesia adalah bukan negara yang diam sejak dahulu karena Indonesia selalu ingin berperan, selalu ingin terlibat. Karena sebagai negara sentral dan netral Indonesia harus memiliki kontribusi komperhensif karena sudah menjadi amanat konstitusi, sudah menjadi landasan ideologi dan landasan operasional teknis bagi politik luar negeri Indonesia, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut dalam ketertiban dunia dan tentunya terlibat dalam perdamaian internasional. Termasuk apabila terjadi konflik-konflik yang ada di wilayah Indo-Pasifik maka Indonesia akan selalu berupaya menjadi Negara yang menjadi fasilitator, menjadi katalisator, dan manager dalam program-program yang bisa dimanfaatkan agar kegiatan-kegiatan yang berbasis pada kerjasama internasional yang memanfaatkan regionalism baru ini sebagai bagian dari pengelolaan sumber daya ekonomi yang tentunya akan sejalan dengan kepentingan nasional masing-masing negara.
HI.id: Bagaimana Politik Luar Negeri dan Diplomasi Indonesia di kawasan Indo-Pasifik?
LMF: Politik Luar Negeri Indonesia saya pikir tetap bebas aktif. Artinya, Politik Luar Negeri Indonesia ditempuh melalui Diplomasi. Diplomasi semacam mesin dari politik luar negeri atau kebijakan luar negeri. Jadi Diplomasi dan kebijakan Luar Negeri ini sesuatu yang tidak dipisahkan. Silakan (baca) di Bab X bagaimana saya menganalisis Kebijakan Luar Negeri Indonesia di wilayah Indo-Pasifik. Di situ terlihat jelas ketika Indonesia terlibat dalam Indo-Pasifik ini, maka Indonesia tidak sedang melepaskan ASEAN sebagai core of foreign policy-nya. Tetapi ketika Indonesia terlibat di Asia Pasifik dan Indo-Pasifik ini Indonesia justru melebarkan sayap agar perannya itu semakin meluas. Artinya apa? Beberapa pendapat yang terkait bahwa Indonesia melupakan Politik Luar Negrinya yaitu ASEAN sebagai core of foreign policy, ternyata tidak.
Ternyata Indo-Pasifik itu tidak menghilangkan ASEAN sebagai core Indonesia foreign policy tetapi menjadikan Indo-Pasifik ini sebagai landasan, sebagai orientasi baru, agar mendapatkan kepentingan atau mendapatkan capaian-capaian baru yang memang diinginkan oleh Indonesia. Artinya, melalui diplomasi 4+1 Indonesia bisa mencapai berbagai jenis kepentingan dan dalam berbagai bidang baik itu ekonomi, social, politik, militer dan pertahanan. Makanya ada Namanya collective security, ASEAN Regional Forum (ARF), ada kerjasama militer dan lain-lain. Nah peluang-peluang ini, bisa dimanfaatkan melalui diplomasi pertahanan. Dan kalau Indonesia tidak terlibat di Indo-Pasifik, maka Indonesia akan tertinggal. Artinya, jangan samakan peran Indonesia dan Politik Luar Negeri Indonesia, atau diplomasi Indonesia, dengan negara-negara seperti Laos, negara-negara seperti Brunai yang lebih memilih aman dan nyaman di posisinya masing-masing.
Indonesia adalah negara yang mau selalu bergerak, bertindak dan berkontribusi. Karena sebagai negara yang memiliki sejarah panjang terkait politik luar negeri dan diplomasi, tentunya hal itu tidak menjadi hal yang membuat Indonesia tidak terlibat. Karena terlibat itu merupakan bentuk komitmen Indonesia secara operasional, konstitusional, agar terus memanfaatkan potensi national interest dan national powernya untuk bisa bermanfaat mencapai kepentingan nasional. Karena kepentingan nasional Indonesia adalah representasi dari kepentingan masyarakat Indonesia.
HI.id: Pendapat anda tentang hadirnya kehadiran negara-negara dengan kekuatan militer besar di kawasan Indo-Pasifik, apakah menciptakan stabilitas atau justru menciptakan instabilitas?
LMF: Menurut saya, berdasarkan analisis saya bahwa adanya negara-negara besar justru bisa berlaku dua hal. Yang pertama adalah berlaku untuk menciptakan stabilitas, yang kedua adalah berlaku untuk menciptakan instabilitas. Kenapa? Karena dengan adanya negara-negara besar akan terjadi balance of power. Bahkan akan menciptakan balance of terror. Karena dengan adanya rivalitas antar negara di wilayah tersebut, maka negara-negara besar bisa memanfaatkan momen ini untuk bisa saling mengimbangi kekuatan dan kekuasaan masing-masing. Makanya jangan heran kalau Amerika datang, China juga datang. India datang, negara lain juga datang.
Image: Laode Muhammad Fathun S.IP., M.H.I, CT., CE
Kita tahu India membentuk kebijakan luar negeri dengan Sagar (Security and Growth for all in the Region), China dengan Belt Road Iniatiative (BRI), Indonesia dengan Poros Maritim, Amerika dengan Pivot to Asia? Ini merupakan bentuk rivalitas yang perlu dimanfaatkan. Bahkan ada AUKUS sekarang, ini membuktikan betapa pentingnya untuk negara-negara besar itu terlibat satu sama lain untuk bisa menjadi bagian dari stabilitas Indo-Pasifik. Kenapa? Kalau hanya menciptakan pola stabilitas yang ada di satu posisi saja, maka akan ada terjadi hegemoni. Maka polanya itu bukan realisme/neorealisme, tetapi realisme offensive Mearsheimer. Akibatnya, ada potensi di mana negara besar itu akan mengakumulasi, mefasilitasi, bahkan mengambil-alih semua asset yang ada di Indo-Pasifik karena dia tidak memiliki lawan. Dengan adanya beberapa negara yang ada di wilayah Indo-Pasifik ini, maka setidaknya ada perimbangan kekuatan di situ. Sehingga, menciptakan kompleksitas dari regional security complex. Karena distribusi kekuasaan, distribusi kekuatan emity dan amity, kemudian distribution of power juga akan semakin meluas, bahkan polarisasi pun akan semakin meluas. Dengan demikian maka tidak ada satu negara tunggal pun yang akan mendominasi di wilayah Indo-Pasifik.
Kenapa mampu menciptakan instabilitas? Karena ketika satu negara itu mampu menciptakan aliansinya dengan masing-masing, maka akan ada potensi di antara mereka itu akan saling menyerang satu sama lain. Makanya dengan upaya instabilitas ini harus dijaga. Negara-negara itu harus saling menarik diri.
Ada baiknya empat poin kerjasama terkait Indo-Pasifik harus dimanfaatkan dengan baik untuk bisa saling bersinergi, saling menjaga ego masing-masing, karena wilayah ini bisa dikelola secara bersama-sama. Karena akan sangat egois wilayah seluas Indo-Pasifik hanya dimanfaatkan oleh satu negara tertentu. Apalagi misalkan negara tersebut tidak berada dalam lingkup Indo-Pasifik atau Asia-Pasifik ini. Oleh sebab itu, tidak ada yang harus menguasai satu sama lain, mengontrol, menghegemoni satu sama lain tetapi ada baiknya menciptakan balance of power satu sama lain, sehingga akan mencegah potensi konflik baik yang sifatnya antar negara maupun sifatnya antar aliansi.
Hi.id: Apa yang ingin anda sampaikan kepada pembaca melalui buku ini?
LMF: Saya pikir buku ini sudah sangat beredar sejak beberapa bulan yang lalu, dan sudah dipakai di berbagai wilayah dari Sabang sampai Merauke. Dan juga sudah menjadi buku rujukan baik di S1 maupun S2. Jadi saya pikir bagi para pembaca yang ingin mengetahui secara komperhensif terkait Indo-Pasifik silakan menghubungi saya. Kemudian tentunya memang ada sejumlah hal yang belum dibahas dari buku ini, tentunya kami akan lengkapi pada edisi-edisi berikutnya. Ini sebagai edisi pertama yang tentunya para pembaca bisa memanfaatkan buku ini sebagai landasan awal untuk memahami Indo-Pasifik. Apalagi kajian-kajian Indo-Pasifik sekarang semakin melebar, di mana-mana semakin dikaji, oleh sebab itu diharapkan para pembaca bisa memahami Indo-Pasifik ini sebagai bagian dari bacaan mereka.
HI.id: Apakah anda bersedia dihubungi terkait buku ini?
LMF: Bersedia. Bahkan diwawancarai, dijadikan narasumber atau joint lecturer saya juga bersedia. Silakan bagi mereka yang ingin menghubungi saya laodemuhamadfathun89@gmail.com atau via WA 085255125544. Saya merasa akan sangat terhormat jika teman-teman yang ingin mengundang saya untuk sharing terkait kajian Indo-Pasifik agar kajian ini semakin berkembang.
HI.id: Terima kasih atas kesediaannya menjawab pertanyaan dari kami. Semoga buku ini bisa bermanfaat bagi masyarakat luas khususnya penstudi Hubungan Internasional.