Dukungan Vanuatu untuk Gerakan Separatis Papua Barat

  • Jun 24, 2021
  • /
  • Opini
  • /
  • Admin
  • 4359

Republik Vanuatu adalah sebuah negara kepulauan berbentuk Y di Samudra Pasifik Selatan, yang terletak di sebelah timur laut Kaledonia Baru, timur Australia, dan barat Fiji. Kepulauan ini memiliki populasi 278.000 (tahun 2015), dengan Port-Vila sebagai ibu kota sekaligus kota terbesar. Bahasa yang digunakan adalah Bislama, Inggris, Prancis, dan berbagai bahasa Austronesia. Negara ini merupakan salah satu negara di Pasifik Selatan yang vokal menyoroti dugaan pelanggaran HAM di Papua. Luas Vanuatu adalah 12 km2 (atau seluas Maluku). Meskipun kerap kali diremehkan sebagai ‘negara kecil’, Vanuatu sangat berani mengusik kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia dengan terus menyatakan dukungannya terhadap kemerdekaan Papua Barat.

Image: Source


Perdana Menteri Vanuatu, Bob Loughman, memperbarui serangan verbalnya melalui pidato video yang direkam sebelumnya dalam sesi ke-75 Majelis Umum PBB pada September 2020. “Masyarakat adat (Indonesia) Papua Barat terus menderita pelanggaran hak asasi manusia. Setahun yang lalu para pemimpin dari Pacific Islands Forum (PIF) dengan hormat meminta Pemerintah Indonesia untuk mengizinkan Kantor Komisaris Hak Asasi Manusia PBB untuk mengunjungi provinsi Papua Barat. Sampai saat ini hanya ada sedikit kemajuan dalam bidang ini. Oleh karena itu saya meminta pemerintah Indonesia untuk mengindahkan seruan para pemimpin Pasifik sebelumnya.” Pernyataan Loughman dibalas oleh diplomat sekaligus perwakilan RI, Silvany Austin Pasaribu (lulusan S1 Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran), agar Vanuatu mengurus tanggung jawab negara mereka sendiri sebelum mengintervensi urusan dalam negeri Indonesia. “Anda bukanlah representasi dari bangsa Papua, dan berhentilah berkhayal untuk menjadi salah satunya,” kata Silvany. Silvany pun mengatakan bahwa Vanuatu memiliki obsesi yang berlebihan dan tidak sehat tentang bagaimana Indonesia bertindak atau memerintah negaranya sendiri. “Jadi sampai Anda melakukannya, simpan ceramah untuk diri Anda sendiri,” katanya, menambahkan bahwa berbeda dengan Indonesia, Vanuatu belum meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. Pemerintah Vanuatu tidak memiliki tanggapan terhadap perkataan Silvany tersebut.

Dalam sidang Majelis Umum PBB ke-71 tahun 2016, Vanuatu bersama lima negara Pasifik Selatan lainnya juga menyinggung masalah yang sama. Mereka bahkan mendesak PBB untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM di Papua. Tak cukup berkoar di Majelis Umum, Vanuatu bersama Kepulauan Solomon juga mengangkat isu Papua dalam forum Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss.


Berbagai gambar dan laporan tentang kebrutalan dan penyiksaan yang dilakukan terhadap penduduk asli Papua telah memicu keprihatinan mendalam di Kepulauan Pasifik, khususnya negara-negara Melanesia. Penduduk asli Papua dianggap sebagai etnis Melanesia dan memiliki ikatan sosial-budaya dengan masyarakat Melanesia yang membentang melintasi batas negara. Masyarakat adat Melanesia telah lama memiliki ikatan kuat yang melampaui batas-batas negara.


Vanuatu memegang peranan utama dalam Melanesian Spearhead Group (MSG), salah satu dari dua organisasi regional utama di kawasan Pasifik Selatan. Negara-negara yang tergabung di MSG antara lain Timor Leste, Papua Nugini, Vanuatu, Kaledonia Baru, Kepulauan Solomon, dan Fiji. Total jumlah etnis Melanesia yang tinggal di negara-negara ini mencapai 9 juta jiwa. Indonesia berhasil diterima sebagai associate member di MSG setelah sebelumnya hanya sebagai observer. Alasan bergabungnya Indonesia di MSG adalah karena jumlah etnis Melanesia di Indonesia hampir mencapai 13 juta dan dianggap sebagai yang terbanyak di Pasifik.

Image: Source


Konsep Melanesian Socialism dan Melanesian Solidarity pertama kali dicetuskan oleh Perdana Menteri Vanuatu yang pertama, Walter Hayde Lini ketika negeri ini baru saja merdeka pada 1981 dari kondominium Inggris-Prancis. Beliau menyatakan kalimat yang menjadi semboyan Vanuatu hingga kini, bahwa “Vanuatu tidak akan sepenuhnya merdeka hingga semua bangsa Melanesia merdeka.” Kalimat ini menjadi energi bagi Vanuatu yang ditularkan kepada seluruh negara-negara anggota MSG agar berjuang hingga semua wilayah-wilayah yang dihuni Melanesia dapat meraih kemerdekaan penuh, misalnya bangsa Kanak di Keledonia Baru, Timor Timur, dan Papua.


Konsep perjuangan pendiri negara Vanuatu ini jelas bersifat rasial, karena di saat negara-negara lain mulai bersatu dengan membentuk organisasi regional yang lepas dari batas-batas etnis, ras, bahasa, budaya, dan kemampuan ekonomi, pendiri Vanuatu justru mengambil langkah chauvinisme sempit yang menekankan pada keunggulan ras Melanesia. Vanuatu adalah negara homogen yang didominasi oleh ras Melanesia, sehingga lebih mudah untuk menerapkan konsepnya. Konsep ini tidak bisa diterapkan di negara-negara yang heterogen dan multi-etnis, seperti Indonesia. Meskipun Vanuatu sekarang lebih terbuka dan bisa menjalin kerja sama dengan negara-negara non-Melanesia, tetapi konsep sosialisme Melanesia tetap dipertahankan oleh banyak politisi untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, dan yang paling mudah adalah dengan mengangkat isu bangsa yang mereka klaim sebagai saudara, yaitu bangsa Papua.


Pada Desember 2014, Vanuatu menjadi tuan rumah pembentukan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). ULMWP menjadi payung tiga organisasi Papua pendukung kemerdekaan yang sebelumnya berjalan masing-masing: WPNCL, Negara Federasi Republik Papua Barat (NFRPB), dan West Papua National Parliament (WPNP). Pada Februari 2015, ULMWP kembali mengajukan diri sebagai calon anggota MSG.

Video: Source


Sikap Vanuatu selalu reaktif dan radikal dalam mendukung wilayah-wilayah Melanesia yang belum merdeka (salah satunya adalah Papua). Dalam setiap kesempatan di pertemuan internasional, Vanuatu melalui Perdana Menterinya selalu menyuarakan dukungan untuk pembebasan Papua. Beberapa Perdana Menteri Vanuatu yang menyatakan dukungan langsung terhadap Papua adalah Moana C. Kalosil, Joe Natuman, dan Edward Natapei. Dalam setiap pernyataan, dukungan terhadap Papua selalu ditekankan pada berbagai peristiwa pelanggaran HAM yang dilakukan oleh TNI/Polri di Papua sejak tahun 1960 yang telah memakan banyak korban jiwa.


Selama ide rasial sosialisme Melanesia dan kejayaan bangsa Melanesia masih bertahan, maka para politisi Vanuatu akan terus mengangkat isu Papua. Bahkan, pembangunan di Papua dan Papua Barat lebih maju dibandingkan dengan pembangunan di Vanuatu. Untuk itu, harus ada pendekatan kepada mereka bahwa kemajuan suatu ras seperti yang mereka perjuangkan bukan berarti harus dalam bentuk satu negara, tetapi bisa dengan menjadi bagian dari suatu ikatan besar ras-ras di dalam suatu negara. Ada satu hal lagi yang mungkin tidak dimengerti oleh para politisi Vanuatu, bahwa ras Melanesia di Indonesia bukan hanya orang Papua, tetapi juga orang Maluku dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Jadi, sekali lagi, jika mereka masih menutup mata terhadap kemajuan infrastruktur di Papua dan terus menuduh tanpa dasar, maka ada dua kata yang cocok bagi mereka, yakni memalukan dan bodoh.


Referensi:

CNN Indonesia. (2020, 28 September). “Vanuatu, Negara Kecil yang Dukung Kemerdekaan Papua” CNN Indonesia. Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200928075602-113-551633/vanuatu-negara-kecil-yang-dukung-kemerdekaan-papua pada 4 Juni 2021.


Mardiyah, F. (2020, 7 Oktober). “Ada apa dengan Vanuatu, Papua Barat, dan Indonesia?” tirto.id. Diakses dari https://tirto.id/ada-apa-dengan-vanuatu-papua-barat-dan-indonesia-f5zF pada 10 Juni 2021.

Nations Online. “Vanuatu” Nations Online. Diakses dari https://www.nationsonline.org/oneworld/vanuatu.htm pada 10 Juni 2021.


Temaluru, T. B. P. (2016, Juni). Kepentingan Vanuatu dalam Usaha Pemerdekaan Papua. Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 5, No. 2. Diakses pada 15 Juni 2021. Lihat artikel PDF


Blades, J. (2020, 1 Mei). “West Papua: The Issue That Won’t Go Away for Melanesia” Lowy Institute. Diakses dari https://www.lowyinstitute.org/publications/west-papua-issues-wont-go-away-melanesia pada 15 Juni 2021.


Hariyadi, M. (2020, 2 Oktober). “Indonesia and Vanuatu clash over West Papua at UN” AsiaNews.it. Diakses dari http://www.asianews.it/news-en/Indonesia-and-Vanuatu-clash-over-West-Papua-at-UN-51194.html pada 15 Juni 2021.


Wakum, A. (2021, 3 Februari). “Rasialisme dan Politik Luar Negeri Indonesia di Pasifik: Teman atau Lawan?” JPNN.com. Diakses dari https://www.jpnn.com/news/rasialisme-dan-politik-luar-negeri-indonesia-di-pasifik-teman-atau-lawan pada 15 Juni 2021.


Abdulsalam, H. (2019, 6 Februari). “Siapa Kawan dan Lawan Indonesia di Melanesia Soal Papua Merdeka?” tirto.id. Diakses dari https://tirto.id/siapa-kawan-dan-lawan-indonesia-di-melanesia-soal-papua-merdeka-df4R pada 15 Juni 2021.


Sandhiyudha, A. (2020, 30 September). “Manuver Vanuatu Soal Papua dan dan Sosialisme Melanesia” Tribunnews. Diakses dari https://www.tribunnews.com/tribunners/2020/09/30/manuver-vanuatu-soal-papua-dan-sosialisme-melanesia pada 15 Juni 2021.




Penulis: Raynor Argaditya. Mahasiswa Hubungan Internasional UPN Veteran Jakarta

Email:

Editor: Tim HubunganInternasional.id


About The Author

Comments