Selling Just War

  • May 6, 2021
  • /
  • Artikel
  • /
  • Admin
  • 2280

Sekertaris Jendral PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa keterlibatan Amerika Serikat (AS) United Kingdom (UK) dan Perancis mengawali dilemma keamanan internasional menuju Perang Dingin Jilid II. Aliansi Barat yang di pimpin oleh AS merupakan intervensi militer yang kesekian kali dalam ketidak jelasan dinamika politik internasional. Intervensi militer ini dilakukan untuk menghindarkan warga sipil di Suriah yang di isukan bahwa Bashar Al Assad menggunakan senjata kimia untuk membunuh warganya. PBB dan sejumlah Negara telah mengecam tindakan ini karena melanggar hukum internasional. Bahkan Russia yang mengajukan permohonan pengutukan terhadap serangan itu kepada Dewan Keamanan PBB dijawab dengan penolakan. Artinya ada ketimpangan dalam operasi militer ini. Disatu sisi Sekjen PBB mengatakan hal ini mengawali perang dingin jilid kedua, tetapi disisi lainya justru Dewan Keamanan PBB (DK PBB) menolak tuntutan Russia.


Mengamati dinamika politik internasional di Timur Tengah memang menarik. Timur Tengah adalah wilayah regional yang terdiri atas beberapa negara dengan berbagai jenis suku, agama, kultur, yang selalu memicu perdebatan konflik internal. Keterlibatan asing dalam dinamika konflik di Timur Tengah bukan pertama kalinya terutama aliansi barat yakni AS, UK dan Prancis. Sebelumnya keterlibatan operasi militer yang dilakukan oleh aliansi barat terjadi ketika menumbangkan rezim Saadam Husein di Iraq, kemudian operasi militer yang juga menumbangkan Muhamar Khadafi di Libya. Pemimpin tertinggi Iran Khamanei mengatakan bahwa Donald Trump (AS), Emmanuel Macron (Prancis) dan Theresa May (Inggris) sebagai penjahat perang. Menurutnya keterlibatan aliansi barat dalam politik domestik suatu negara tidak memberi keuntungan apapun terbukti ketika serangan yang dilakukan di Iraq, Libya, Afganistan hanya menyisakan penderitaan lanjutan bagi warga sipildan justru memperkeruh dinamika politik negara yang diserang.


Keterlibatan ketiga negara tersebut bermula dari isu bahwa Suriah memiliki senjata kimia yang membahayakan. Sehingaa, AS ,Inggris dan Prancis menyerang tiga tempat yaitu 1. Pusat penelitian, pengembangan, produksi dan uji coba senjata kimia di Damaskus.2. Fasilitas penyimpanan senjata kimia di sebelah barat kota Homs. 3. Fasilitas penyimpanan perlengkapan senjata dan pos komando dekat Homs, yang dimana pasukan kualisi telah menembakan sekitar 120 rudal ke tiga lokasi tersebut.

Selling Just War Dalam Politik Internasional
Dalam memasuki dunia modern dengan kompleksitas hubungan antar negara ternyata paradigam perang tidak juga musnah sebagai instrumen politik internasional. Dalam sejarah masa lalu perang lebih anarkis dan alasan yang tidak rasional kini perang dibungkus dalam paradigma baru yang tanpa menghilangkan esensi perang itu sendiri namun di rubah dalam format isu memberantas kediktatoran kepemimpinan suatu negara. Dalam konteks ini sering juga disebut sebagai selling just war. Konsep selling Just war merupakan perang yang mengatas namakan keadilan. Konsep ini lahir jauh berbeda dengan konsep sebelumnya bahwa perang itu si vis pacem para bellum. Artinya ada konstalasi antara jus bellum atau perang yang disebabkan. Maksudnya adalah perang digunakan sebagai cara untuk menaklukan tanpa memikirkan rasionalisasi. Berbeda dengan konsep jus bello artinya bagaimana perang digunakan sebagaimana mestinya.


Konsep jus bello inilah yang disebut dengan perang yang adil. Sejarah masalah lalu perang di asumsikan sangat tidak adil dan terjadi penindasan satu sama lainya. Sedangkan jus bello menggunakan perang untuk alasan menjaga martabat dan hak asasi manusia dari keganansan kepemimpinan kultural yang diktator. Perang dalam era globalisasi saat ini di jual (selling just war) untuk menghindarkan kebiadaban suatu peradaban. Selling just war lebih didominasi oleh peran negara besar dan memiliki otoritas sebagai eksekutor atas kediktatoran.

Image: Source

Perang adil ini sebenarnya dilakukan akibat kriminasliasi sehingga intervensinya sangat militeristik. Dalam sejarah masa lalu sebenarnya perang adil sudah dipraktekan ketika perang salib salah satu contohnya ketika Salahudin tidak ingin berperang ketika Raja Richard dalam kondisi sakit. Bahkan Salahudin mengunjungi Raja Richard sebagai kepeduliannya bahwa perang harus bermoral dan tidak timpang menindas yang lemah. Kondisi lainya selling just war diperankan AS dan Inggris untuk menyerang Iraq atas nama menhindari kediktatoran Sadam Husein atau aliansi NATO, AS, ketika menyerang Libya untuk menjatuhkan Khadafi sebagai pemimpin yang diktator. Demikian halnya dengan intervensi militer AS, Inggirs dan Prancis di Suriah. Rasionalnya perang tidak akan memunculkan pemenang. Perang tetap saja akan menimbulkan korban jiwa dan menguras ekonomi.


Intervensi Kemanusiaan Dalam Hukum Internasional
Isu mengenai Hak Asasi Manusia merupakan suatu tuntutan kemanusiaan. Saat ini HAM telah menjadi sebuah konsep hukum tertulis. Misalnya, di Inggris dikenal adanya Magna Charta 1215 dan Bill of Rights 1689, di Amerika Serikat ada Virginia Bill of Rights 1776 dan Declaration of Independence 1776, dan di Afrika dikenal adanya African Charter on Human and People Rights. Lebih lanjut Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan Universal Declaration of Human Rights 1948. Di dalam Deklarasi PBB ini diakui bahwa manusia adalah individu yang menyandang status sebagai subjek hukum internasional disamping negara. HAM tidak lagi semata-mata menjadi hirauan masyarakat suatu negara tetapi juga telah menjadi hirauan masyarakat internasional, bahkan telah menjadi isu penting dalam hubungan antarnegara. Demikian pentingya isu HAM, David P. Forsythe dalam buku ini Human Rights in International Relations menyebutkan bahwa berbagai kepentingan pun senantiasa mewarnai pelaksanaan HAM baik dalam lingkup nasional, regional maupun global. Dalam realita hal itu terlihat dalam pelaksanaan HAM di suatu negara dan juga dalam konteks hubungan internasional. Ada 4 hal Pokok Perkembangan Human Rights : (1) The notion of human rights is here to stay in international relations, (2) Human rights as soft law is important and pervasive, (3) Private actors – not just public ones play a very large role, and (4) State sovereignty is not what it used to be.


Menurut Simon Duke, tindakan intervensi kemanusiaan dapat diterapkan pada kondisi: (1) Terdapat tindak kejahatan berat terhadap hak asasi manusia. (2) Beberapa kejahatan meluas dan merupakan penyebaran ancaman atas kehidupan yang hilang. (3) Sumber-sumber atau tindakan di bawah tingkat intervensi telah dihabiskan. (4) Berbagai penggunaan kekuatan harus proporsional, dengan jalan melindungi dari hal yang membahayakan tetapi bertujuan untuk meminimalisasi gangguan atau kekacauan terhadap faktor lain selain hak asasi manusia. (5) Intervensi dilakukan dalam tempo sesingkat mungkin. (6) Intervensi kemanusiaan merujuk pada prosedur Bab VII Piagam PBB. (7) Intervensi, dimungkinkan, melibatkan beberapa bentuk persetujuan dari pihak/negara yang bertikai. Sedangkan aktivitas intervensi kemanusiaan merupakan tindakan yang meliputi: (a) Bantuan logistik dan jaminan keamanan bagi pertukaran atau pemindahan pengungsi atau pelarian serta tugas-tugas yang berhubungan dengan kemanusiaan. (b) Bantuan teknis, pelatihan, dan keuangan bagi pembersihan ranjau. (c) Bantuan logistik, keuangan, dan teknis untuk peletakkan senjata, pembebasan dan penyatuan kembali tentara setelah berakhirnya pembebasan dan penyatuan kembali tentara setelah berakhirnya perang saudara, termasuk pelatihan angkatan bersenjata yang sudah dipersatukan setelah berakhirnya pertikaian. (d) Bantuan teknis dan keamanan bagi organisasi, memantau dan memverifikasi hasil pemilihan umum.


Walaupun secara politis tindakan intervensi melanggar yuridiksi negara yang di intervensi akan tetapi sesuai mandat PBB dengan asumsi untuk menyelematkan HAM sebagai ontologis dari intervensi kemanusiaan maka, adanya intervensi kemanusiaan haruslah mencapai hasil Humanitarian intervention mencakup tiga hal penting, yaitu: (1) Peace-keeping, dimana organisasi internasional melakukan intervensi kemanusiaan untuk menghentikan pertikaian yang terjadi sehingga menciptakan suasana damai. Dalam peacekeeping lebih menonjolkan aktivitas militer. Contoh: INTERFET (International Force for East Timor). (2) Peace-making, dimana organisasi internasional melakukan akivitas politik dan diplomatik melalui negosiasi, mediasi, arbitrasi , dan koalisi. Contoh: UNAMET (United Nations Mission for East Timor). (3) Peace-building, intervensi suatu organisasi internasional dalam proses membangun kembali sebuah negara yang rusak akibat kekerasan yangterjadi. Contoh: UNTAET (United Nations Transitional Administration in East Timor) (Stephen Ryan,1995:104).1994:44).

Gagalnya Mekanisme Negosiasi

Thomas Aquinas (1225-1274) mengatakan ada lima prinsip yang berbeda datang untuk membuat doktrin perang yang adil: (1) Perang harus ada pemberitahuan otoritas tertentu, (2) Pertempuran terbatas kombatan dan tidak untuk sipil, (3) Harus ada tempat perlindungan dan pengaduan, tempat perawatan, (4) Merawat yang cedera luka dll, (5) Yang melancarkan perang hanya harus memiliki yang motif baik, seperti cinta keadilan dan keinginan untuk mengalahkan kejahatan. Untuk menciptakan perang yang adil dengan asumsi selling just war maka diciptakan sejumlah hukum internasional pergeseran menuju damai caranya di buatlah Landasan Hukum Humaniter atau hukum perang Konvensi Den Haag 1899 dan1907 untuk Mengatur penggunaan senjata dan metode berperang, Konvensi Jenewa 1949 yang Mengatur perlindungan para korban perang serta Protokol tambahan Konvensi Jenewa 1949 tahun (1977) yang mengatur perluasan perlindungan para korban perang Protokol I: Perlindungan korban sengketa bersenjata internasional serta Protokol II: Perlindungan korban sengketa bersenjata non-internasional aturan tentang perang.


Apabila operasi militer yang terjadi di Suriah menggunakan diktum selling just war sebagai marketing politik intervensi internasional harus dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip yang: (1) Instrument perang di jual untuk melakukan intervensi dengan alasan untuk melakukan pembebasan terhadap apa yang menjadi asset oleh wilayah intervensi baik itu berupa mahluk atau benda, yang diupayakan seminim mungkin untuk menghasilkan yang tanpa menghacurkan secara membabi–buta. Artinya just war hanyalah untuk membebaskan nila-nilai yang di renggut oleh kepemimpinan kultural yang tidak manusiawi. (2) Harus dilakukan oleh aliansi yang memiliki otoritas khusus sesuai dengan piagam PBB pasal 24 untuk memelihara perdamaian. Dalam konteks operasi militer di Suriah DK PBB merupakan aliansi yang memiliki otoritas penghukum bagi kejahatan kepemimpinan dalam istilah Starke intervensi punitive. Namun, yang menjadi masalah adalah DK PBB cenderung tidak satu suaru akibat masih terpecah akan dilema masa lalu. Ada blok-blok yang terpisah dari DK PBB dalam mendefiniskan marketing politik selling just war. Yang terjadi di Suriah, Iraq, Afganistan, Libya merupakan bukti ketidak bulatan suara untuk melakukan intervensi just war di Iraq yang hanya di lakukan oleh AS dan Inggris. (3) Selling just war di upayakan harus memiliki niat yang benar dalam melakukan intervensi. Artinya intervensi ini digunakan untuk membebaskan kemanusiaan bukan niat untuk membalas dendam, atau menghalalkan memasuki kedaulatan politik suatu wilayah. Atau niat politik lainya seperti pemaksaan untuk merebut kepentingan minyak seperti yang dilakukan AS di Iraq. (4) Porporsionalitas artinya setiap negara yang terlibat dalam intervensi just war harus mengkalkulasi keuntungan dan kerugian yang bisa ditimbulkan oleh setiap serangan. Artinya setiap serangan punya porsi keberhasilan bukan untuk menghancurkan. Dalam konteks ini harus ada range intervensi dalam menghitung kerugian akibat hancurnya harta benda dan manusia. (5) Diupayakan perang sebagai jalan terakhir untuk melakukan intervensi. Sesuai dengan piagam PBB pasal 33 ada sejumlah cara lain sebelum melakukan intervensi militer seperti negosiasi, arbitrasi, mediasi dll. Ataupun jika dalam keterpaksaan menggunakan perang sebagai instrument maka harus diperhitungkan durasi waktu lamanya perang berlangsung bukan berlaru-larut, (6) Tujuan akhirnya adalah mencapai perdamaian, artinya pasca terjadinya selling just war harus memiliki porsi bahwa kondisi stabilitas keamanan wilayah tersebut, pelucutan senjata serta mempromosikan perdamaian sebagai akhir dari selling just war.

Image: Source

Apa yang teradi di Suriah merupakan keggalan negosiasi. Artinya penerapan penyelesaian masalah yang rumit membuat terpecahnya konsentrasi pengambilan keputusan. Operasi militer di gunakan dengan ontology Piagam PBB pasal 39, 41, 43 yang mengatas namakan perdamaian dengan menggunakan intervensi militer. Disisi lainya polapasal 33 piagam PBB tidak berhasil dalam mekanisme negosiasi. Hal ini terjadi karena: (1) Karakter kepemimpinan masing-masing yang menggunakan tipe negosiasi Red Style akibatnya antara aktor yang satu dengan yang lainya bersikukuh untuk tidak mengalah. (2) Model negosiasi yang diterapkan pun menggunakan pola Hardball, sehingga setiap negara memiliki tuntutan yang begitu tinggi dengan rasionalitas masing-masing. Sehingga setiap negara tidak mampu menahan diri untuk mencapai kemenangan mutlak. (3) Gagalnya metode negosiasi melalui arbitrase dan mediasi. Dampaknya terbentuk pola negosiasi yang kompetitif bukan kooperatif. (4) Problem malignancy yang rumit, akibatnya level variabel independen yaitu kapasitas penyelesaian masalah tidak terkolaborasi karena setting organisasi yang belum maksimal. Disisi lainya distribusi kekuasaan yang terpecah sehingga energi dan skill terkuras untuk mengguankan intervensi sebagai metode penyelesaian masalah. Oleh sebab itu, apabila negara-negara besar ini memiliki tanggung jawab perdamaian internasional maka menurut penulis pola penyelesaian masalah di ganti dengan mechanism negosiasi dengan syarat pola-pola negosiasi di atas tidak digunakan. Sebab apabila tetap saja masih menggunakan ego sektoral maka masalah akan tetap rumit untuk diselesaikan. Ibarat jika adadua mobil berlomba untuk mencapai garis finish dengan kecepatan tinggi maka kemungkinan tabrakan di antara mereka sangat besar apabila tidak terkontrol. Dan dampaknya bukan kehancuran sendiri namun keduanya. Oleh sebab itulah,perang tidak memberi manfaat.


Analogi Selling Just War
Analogi selling Just war itu sesuatu yang abstrak. Karena susah melihat motivasi dan niat pelaku yang selalu identik dengan negara secara sempurna. Artinya peristiwa ini seperti central mystery yang objeknya jelas tetapi motivasinya kabur untuk dilihat. Penulis berpendapat bahwa tidak ada sebuah komunikasi dan motivasi yang tidak punya makna. Dan tidak ada kepentingan yang hanya bernilai tunggal, pasti ada kepentingan-kepentingan lainya yang terselubung. Analogi sederhananya adalah Selling just war seperti seorang penjual yang memiliki niat untuk menguasai atau memuluskan niatnya yang terselubung pada suatu kondisi. Dalam hal ini aksi yang dilakukan karena adanya penjual lain yang jahat dan dia harus dihancurkan karena berpotensi merugikan banyak orang. Sehingga penjual tersebut harus dimusnahkan, padahal bisa saja diantara mereka ada kompetisi produk. Untuk itulah harus dihancurkan agar tidak menjadi kompetitor dalam memuluskan rencananya. Selling just war ini selalu mengasumsikan orang lain sebagai orang jahat, padahal ketika si penjahat tadi ingin dihancurkan berpotensi pula melalukan kejahatan. Bahkan akan berpotensi menguasai sumberdaya yang dimiliki oleh yang dihancurkan.


Penulis: Laode Muhamad Fathun (Dosen Ilmu Hubungan Internasional FISIP UPNV Jakarta)

Email: laodemuhammadfathun@upnvj.ac.id

Editor: Tim hubunganinternasional.id


About The Author

Comments