Politik Aviasi dan Tantangan Negara Kepulauan
- Nov 26, 2020
- /
- Buku
- /
- Admin
- 1882
Profil Buku
Judul: Politik Aviasi dan Tantangan Negara Kepulauan
Penulis: Syarif Iqbal, S.Sos, M.A
Penerbit: Deepublish
Tahun: 2018
Hubunganinternasional.id (HI.id): Apa yang melatarbelakangi penulisan buku ini?
Syarif Iqbal, S.Sos., M.A (S.I): Ketertarikan saya terhadap dunia aviasi sudah ada sejak saya masih kecil. Saya sempat bercita-cita menjadi seorang pilot komersil, namun ada jalan hidup menuntun saya ke arah lain yang harus saya lalui. Concern awal saya dalam melihat korelasi antara aviasi dengan Hubungan Internasional sebenarnya secara tidak disengaja.
Pada waktu saya sudah memasuki semester untuk menyusun skripsi S1, pada saat itu sudah ada beberapa draft topik penelitian lainnya seperti ekonomi-politik, development, sampai diplomasi budaya. Namun, karena kurangnya atensi dan belum terbukannya cakrawala saya mengenai apa itu skripsi, menjadikan topik-topik tersebut tidak berlanjut sampai selesai.
Pada suatu waktu, saya bertemu dengan teman lama yang menjadi pilot komersil nasional di bandar udara Changi, Singapura. Pertemuan tersebut tidak berlangsung lama, karena saya baru datang untuk urus keluarga dan teman saya akan pulang ke Jakara selepas day off. Ada satu percakapan yang menarik bagi saya waktu itu, yakni mengenai keberadaan ruang udara Indonesia yang diatur oleh otoritas Singapura.
Singakat cerita, pada saat teman saya berada di ruang udara di atas Kepulauan Riau, harus melapor kepada otoritas Singapura dan bukan kepada pihak Indonesia. Selepas saya kembali ke Jakarta, saya mencari-cari informasi kebenaran tersebut, dan dari apa yang saya temukan bahwa permasalahan ruang udara tersebut merupakan suatu kajian dalang lingkup Hubungan Internasional. Cerita selanjutnya merupakan sejarah tersendiri disamping topik aviasi internasional merupakan tema dari Tesis serta yang saya tuangkan kedalam buku “Politik Aviasi dan Tantangan Negara Kepulauan”.
HI.id: Tolong jelaskan bagaimana melihat aviasi dari kaca mata Politik Internasional?
S.I: Politik internasional merupakan interaksi antar beberapa aktor yang berpartisipasi di dalamnya, seperti negara-negara, organisasi interansional, organisasi non-pemeritah, serta individu-individu. Jika merujuk kepada tujuan dasar dari Hubungan Internasional adalah untuk mempelajari perilaku-perilaku para aktor-aktor yang berinteraksi di dalamnya melalui wujud kerjasama, pembentukan aliansi, serta interaksi dalam organisasi internasional, maka dunia aviasi global baik secara perilaku maupun struktur dapat dikategorikan termasuk dalam kriteria tersebut.
Isu-isu yag berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan aviasi internasional dapat mempengaruhi pola interaksi bagi politik internasional. Isu-isu tersebut dapat mempengaruhi cara pandang suatu pemerintahan dengan pemerintahan lainnya, atau bagaimana individu melihat keberadaan negaranya dan negara lainnya. Perkembangan pesat dalam dunia aviasi internasional melibatkan kepentingan serta kemanan nasional, kedaulatan, serta martabat hamper di semua negara.
Seperti contoh maskapai EL AL yang di tumpangi oleh Perdana menteri Israel diharuskan untuk menghindari dan memutar wilayah kedaulatan ruang udara Indonesia ketika menuju Australia, karena Israel tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia. Atau jika kita cermati konflik bersenjata dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, terdapat pola yang sama bagaimana suatu negara untuk melakukan serangan pendahuluan (preemptive strike) dengan memanfaatkan ruang udara sebagai kunci kemenangan konflik tersebut.
HI.id: Di dalam buku ini, anda menyinggung tentang rezim aviasi internasional. Tolong jelaskan sedikit yang dimaksud dengan rezim aviasi internasional?
S.I: Jika melihat perilaku serta struktur yang membentuk aviasi global, hal tersebut dapat disejajarkan dengan keberadaan suatu rezim atau sistem interansional dengan segala predikat yang melekat di dalamnya. Penteorisasian terhadap aviasi internasional sendiri terjadi beriiringan dengan perkembangan dalam kajian Hubungan Internaisonal khususnya pada kurun waktu 1970-80an, pada saat konsep rezim mulai dikenal dan di pelajari.
Menurut Martin Litz dan Volker Rittberger, keberadaan suatu rezim tersebut dibentuk oleh adanya suatu bidang permasalahan yang secara khusus menjadi bagian dari ruang kebijakan lebih luas. Isu-isu penting dalam aviasi internasional yang berkaitan degan keberadaan suatu rezim, pada dasarnya menjadi subjek perdebatan antara Realisme dengan Liberalisme yang merupakan pusat fondasi paradigma historis dalam kajian Hubungan Interansional.
Sebagai organisasi interansional yang memiliki fokus pada isu-isu berkaitan dengan aviasi tingkat global, ICAO (International Civil Aviation Organization) memiliki peraturan-peraturan berupa produk hukum yang merupakan salah satu ciri khas dari keberadaan rezim internasional. Meskipun antara rezim interansional dan organisai interansional tidak memiliki kesamaan, namun menurut Stephen D. Krasner, berpendapat bahwa antara organisasi interansional dengan rezim internaisonal saling bersilangan yang dapat menyediakan prosedur pelaksaan bagi suatu rezim internasional.
HI.id: Apa dampak rezim aviasi internasional terhadap Indonesia? Bagaimana Politik Luar Negeri Indonesia terkait rezim aviasi intenrasional ini?
S.I: Keanggotaan ICAO mengikuti keanggotaan PBB seperti yang tertuang pada konstitusi organisasi. Sebagai negara anggota ICAO, menjadikan Indonesia wajib untuk menerapkan segala peraturan-peratuan hukum maupun teknis ICAO yang termuat dalam 19 Annexes, yang berlaku dan diterapkan oleh seluruh anggota organisasi. Salah satu isu contoh penerapan peraturan-peraturan oleh ICAO yang berdampak merugikan bagi Indonesia adalah keberadaan ruang udara di atas Kepulauan Riau yang saat ini masih dikontrol oleh otoritas Singapura.
Secara historis dikontrolnya ruang udara tersebut oleh Singapura dimulai sejak tahun 1946. Keputusan ICAO dengan menunjuk Singapura dalam mengontrol ruang udara karena keadaan Indonesia pada saat itu masih berfokus dalam upaya untuk mempertahankan kemerdekaan. Keadaan wilayah ruang udara kedaulatan Indonesia yang dikontrol oleh otoritas Singpaura, dalam pelaksanaannya menimbulkan kendala operasional baik yang dirasakan oleh penerbangan sipil Indonesia maupun pelaksanaan operasi penegakan hukum yang dilakukan oleh otoritas Indonesia.
Pemerintah Indonesia berusaha kembali untuk mendapatkan ruang udara tersebut dalam upaya peningkatan teknis ataupun regulasi-regulasi dalam rangka memenuhi standar penilaian yang dikeluarkan oleh ICAO. Terlebih pada konstitusi ICAO terdapat status atau kedudukan dari negara-negara anggota. Keanggotaan tersebut berupa negara dengan keanggotaan biasa ataupun negara denga keanggotaan Dewan (Council), dengan serangkaian hak serta kewajiban sesuai dengan kedudukan negara tersebut. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia, menggingat Singapura merupakan salah satu anggota Dewan ICAO sedangkan posisi Indonesia saat ini hanya menjadi anggota biasa.
Selain utamanya sebagai safety yang menjadi tuntutan dalam dunia aviasi internasional, peningkatan kemampuan dan kapabilitas pada sektor ini dapat digunakan sebagai daya tawar (bargaining position) bagi Indonesia dalam kancah politik luar negeri yang dilakukan. Hal ini diperlukan oleh Indonesia mengingat capaian hasil dari dalam negeri dengan segala upaya peningkatan yang dibutuhkan untuk mencapai standard ICAO, dilihat sebagai pembuktian kesiapan bagi Indonesia untuk mengabil alih kembali ruang udara di atas Kepulauan Riau dan sebagai bagian dari kepentingan nasional Indonesia di ruang udara.
HI.id: Apa tantangan bagi aviasi Indonesia khususnya sebagai negara kepulauan?
S.I: Pertanyaan sangat baik sekali! Melalui buku ini dan dalam beberapa kesempatan saya untuk menulis artikel, kuliah umum, maupun melalui media sosial lainnya, saya memiliki mimpi untuk menjadikan Indonesia berdaulat di ruang udara dalam hal ini marwah bangsa termasuk di dalamnya penguasaan teknologi kedirgantaraaan.
Setiap negara bangsa di dunia ini memiliki ciri khas wawasan nasionalnya tersendiri. Dimana dalam peran fungsinya merupakan suatu representasi atau cara pandang dari suatu bangsa dalam menempakan diri terhdap lingkungan di sekitarnya. Pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit, mengisahkan upaya Mahapatih Gadjah Mada dalam mempersatukan daerah di luar wilayah Majapahit yang terdiri dari Hasta Dwipa (delapan kepulauan/kawasan) sebagai identitas teritori nasional. Dimana pada generasi berikutnya memaknai pesan sejarah tersebut sebagai dasar pemahaman dari Wawasan Nusantara.
Foto: Syarif Iqbal
Pengeretian Wawasan Nusantara berarti melihat atau memandang ‘wawas” dengan nusantara saat ini dimaknai sebagai satu kesatuan wilayah perairan (archipelagic state) dan gugusan pulau-pulau yang terletak diantara dua samudra (Hindia dan Pasifik) serta dua benua (Australia dan Asia). Wawasan Nusantara, yang secara konseptual merupakan pengembangan kehidupan berbangsa sebagai satu kesatuan wilayah yang terdiri dari darat, laur serta ruang udara di atasnya. Melalui Wawasan Nusantara, keterkaitannya dengan ruang udara merupakan anugerah dari Tuhan yang tidak ternilai utamanya bagi bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung potensi dengan berbagai pendayagunaan untuk kepentingan masyarakat, negara dan bangsa Indonesia.
HI.id: Apa pesan yang ingin anda sampaikan melalui karya anda ini kepada masyarakat maupun penstudi HI lainnya?
S.I: Pesan dari saya, menekankan kembali bahwa Wawasan Nusantara meihat keadaan fisik Indonesia berupa 1/3 daratan, 2/3 perairan, dan 3/3 merupakan ruang duara merupakan rahamat Tuhan bagi bangsa ini. Dunia aviasi seperti menjadi “anak tiri” sebagai suatu kajian untuk dipelajari dari sudut keilmuan Hubungan internasional. Dapat disadari bahhwa keberadaan literatur maupun kajian-kajian ilmiah Hubungan Internasional yang memfokuskan pada aviasi tidak sebangau jika kita melihat pada disiplin Ilmu Hukum, Utamanya Hukum Interanansional maupun Hukum Udara dan Angkasa.
Menyadari hal tersebut, di dalam buku ini saya menoba membumikan, menguraikan, menjelaskan, dan meganalisa hubungan timbal balik antara aviasi global dengan politik interasional dan khususnya bagi Indonesia. Setidaknya terdapat dua alasan mengapa aviasi layak untuk dijadikan bahan kajian Hubungan Internasional melaui buku ini. Pertama, perkembangan dunia aviasi secara global efektif memiliki kontribusi dalam perubahan pola sistem internasional bipolar menjadi multipolar. Kedua, cakupan isu-isu dalam aviasi internasional berkaitan erat dengan aspek keamanan-pertahanan yang merupakan sifat dasar paradigma Realisme, dengan interdependence dalam model ruang lingkup ekonomi sebagai aspek yang selalu dikaitkan dengan paradigma Liberalisme.
Diharapkan dengan keberadaan buku ini dapat mengisi kekosongan bagi para mahsiswa, pemerhati, pratiksi, dan masyarakat pada umumnya yang memiliki ketertarikan dengan dunia aviasi.
HI.id: Apakah anda berkenan jika dihubungi terkait karya anda ini?
S.I: Ya. Saya bisa dihubungi melalui Instagram @syarifiqbal atau Email: syarif.iqbal@gmail.com
HI.id: Terima kasih atas kesediaannya menjawab pertanyaan dari kami. Semoga karya anda bermanfaat bagi masyarakat luas khususnya penstudi HI