Menggunakan Perspektif dalam Hubungan Internasional
- Aug 27, 2018
- /
- Artikel
- /
- Admin
- 13759
Penulis: Randhi Satria
(Dosen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret)
Pada awal mempelajari Hubungan Internasional HI-bro dan HI-sis akan dihadapkan pada beberapa permasalahan mendasar. Salah satu permasalahan yang dihadapi adalah banyaknya hasil analisis yang dihasilkan dari satu obyek kajian. Hal ini disebabkan oleh perbedaan perspektif yang digunakan dalam menganalisis kajian tersebut. Diskusi di dalam kelas pun biasanya dapat dengan mudah dihidupkan melalui perbedaan perspektif karena memang perbedaan perspektif tersebut tidak akan menghasilkan satu hal yang sama. Hasilnya tentu diskusi dapat berjalan dengan lebih berwarna dengan adanya perbedaan perspektif. Pada akhirnya, (mungkin) beberapa mahasiswa yang mengamini satu perspektif tertentu, (mungkin) ada pula yang masih mencari perspektif yang cocok bagi dirinya dan (mungkin) ada pula sebagian kecil diantara mereka yang masih bingung. Apakah perbedaan sudut pandang kemudian menjadi hal yang salah? Tentu tidak! Karena memang dalam mengkaji Hubungan Internasional ada banyak perspektif yang dapat digunakan untuk membedah fenomena yang terjadi di berbagai belahan dunia. Tentu saja pada awal mempelajarinya akan sangat membingungkan.
image: https://medium.com/@chadbockius/life-lessons-on-perspective-1eb863167b93
Pada kesempatan kali ini, hubunganinternasional.id (hi.id) mencoba untuk memberikan sedikit penjelasan yang harapannya dapat membantu para HI-bro dan HI-sis di awal masa studinya. Tapi sebelum masuk dalam pembahasan, hubunganinternasional.id akan membuka sedikit dengan cerita tentang seorang sufi dan muridnya.
Kisah Seorang Sufi dan Muridnya
Pada suatu masa, seorang sufi dan muridnya berencana melakukan perjalanan ke beberapa kota untuk menyelesaikan beberapa urusan. Mereka kemudian menyiapkan segala perlengkapannya dan membawa seekor keledai bersama mereka. Ketika menuju ke kota pertama, sang sufi berkata kepada muridnya untuk duduk di atas keledai tersebut sedangkan dia akan berjalan dan menuntun keledai tersebut menuju kota pertama.
Sesampainya di kota pertama, seorang warga kemudian menghampiri mereka dan berkata seharusnya si murid tersebut menghormati dan menyayangi gurunya yang sudah renta, bukan hanya duduk bersantai di atas keledai tersebut. Mendengar perkataan warga tersebut, sang murid pun kemudian mengambil inisitif menawarkan kepada gurunya untuk duduk di atas keledai sembari melanjutkan perjalanan mereka ke kota kedua. Mendengar perkataan si murid, sang sufi pun menaiki keledai tersebut dan mereka melanjutkan perjalanan.
Sesampainya di kota kedua, seorang warga berkata kepada mereka bahwa seharusnya sang sufi seharusnya tidak membiarkan muridnya yang masih muda berjalan kaki sedangkan dia sendiri hanya duduk santai di atas keledai. Mendengar perkataan warga tersebut sang sufi dan muridnya kemudian bersepakat bahwa mereka akan berjalan kaki pada dalam perjalanan mereka yang berikutnya menuju kota ketiga. Mereka pun kemudian berjalan kaki menuju kota ketiga sambil menarik keledai yang mereka bawa.
Sesampainya di kota ketiga, lagi-lagi seorang warga di sana menghampiri mereka dan berkata bahwa seharusnya mereka memanfaatkan keledai tersebut dengan menungganginya, bukan malah berjalan kaki dan kecapean seperti yang mereka lakukan. Setelah mendengar perkataan warga tersebut, mereka berdua pun menaiki keledai tersebut sembari melanjutkan perjalanan mereka menuju kota keempat.
Sesampainya di kota keempat, seorang warga memarahi mereka berdua dan berkata bahwa mereka sama sekali tidak mengasihani keledai tersebut. Keledai tersebut sungguh malang karena harus menahan beban dari dua orang yang menaikinya secara bersamaan. Mendengar perkataan tersebut, sang sufi pun kemudian berkata pada muridnya “Wahai muridku, seberapa keraspun kita mencoba, tetap saja kita tidak akan mampu memuaskan semua orang”
Cerita di atas merupakan salah satu contoh perbedaan perspektif. Warga dari masing-masing kota memiliki perspektif yang berbeda tentang dua pengembara dengan keledai yang mereka bawa. Ada yang berpendapat bahwa si murid yang layak menaiki keledai dan gurunya yang berjalan menuntun, ada yang berpendapat sebaliknya. Ada yang berpendapat keledai tersebut harus dimanfaatkan secara maksimal dengan ditunggangi bersamaan, adapula yang berpendapat sebaliknya. Kondisi ini (perbedaan sudut pandang) sering kali terjadi dalam kehidupan social masyarakat. Hal ini pun terjadi dalam interaksi antar Negara di level internasional.
Bahasa dalam Beberapa Perspektif Hubungan Internasional
Setelah membaca sedikit ulasan di atas, mari kita mencoba untuk melihat fenomena penggunaan Bahasa khususnya Bahasa Inggris sebagai salah satu bahasa Internasional dalam beberapa kacamata Hubungan Internasional yang berbeda.
a. Pendekatan Realisme, Bahasa adalah power
Kemenangan Amerika Serikat dan Sekutunya pada Perang Dunia II secara tidak langsung menandakan kemajuan peradaban yang dimiliki oleh Negara-negara pemenang perang tersebut. Kemajuan peradaban tersebut kemudian menggiring Negara-negara di dunia untuk belajar pada Amerika Serikat dan Sekutunya dalam berbagai aspek seperti militer, politik, ekonomi dan social. Salah satu yang dipelajari tentunya adalah Bahasa yang dituturkan oleh Amerika Serikat dan Sekutunya (Inggris). Sejak saat itu, penggunaan Bahasa Inggris dalam pertemuan maupun perundingan resmi antar negara baik secara lisan maupun tulisan semakin gencar dilakukan. Penggunaan Bahasa Inggris ini secara tidak langsung menggeser popularitas bahasa lainnya yang dulunya pernah digunakan sebagai bahasa internasional seperti Bahasa Spanyol yang pernah mendominasi melalui penjajahan, Bahasa Latin yang pernah mendominasi melalui Penyebaran Agama Katolik oleh Gereja, ataupun Bahasa Arab yang pernah mendominasi melalui penyebaran Agama Islam.
Kemajuan peradaban yang dimiliki oleh Amerika Serikat dan Sekutunya juga menggiring Negara-negara lain untuk menyerap ilmu pengetahuan dari mereka. Hal ini juga tentunya harus melalui proses pemahaman bahasa yang dituturkan oleh Amerika Serikat dan Sekutunya. Kondisi ini kemudian memberikan akses lebih kepada Amerika Serikat dalam menyebarkan pengaruhnya kepada Negara-Negara lain untuk mencapai kepentingan nasionalnya. (Bahkan Optimus Prime dalam Film Transformers ketika awal datang ke bumi mempelajari Bahasa Inggris melalui World Wide Web agar dapat berkomunikasi dengan manusia)
Image: https://www.thehollywoodoutsider.com/transformers-remake-this-movie-right/
Selain itu, penggunaan Bahasa Inggris juga sudah tersebar melalui penjajahan dan penaklukan oleh Kerajaan Inggris jauh sebelum Amerika Serikat muncul sebagai kekuatan baru.
b. Pendekatan Liberalisme, Bahasa dan perdamaian
Bahasa jika dipandang melalui kacamata liberalism memiliki arti yang berbeda. Bahasa dianggap sebagai salah satu sarana komunikasi yang menjembatani banyak pihak agar dapat menyampaikan maksut dan tujuan mereka dengan baik. Untuk itu dibutuhakan satu bahasa yang dapat dipahami secara bersama-sama. Kemampuan menjalin komunikasi yang baik melalui penggunaan bahasa yang sama diharapkan dapat mengurangi potensi konflik. Tentunya hal ini bisa terjadi selama masing-masing pihak bersedia untuk berdialog
Banyaknya jumlah bahasa yang dituturkan oleh masyarakat di dunia mengharuskan pengerucutan kepada beberapa bahasa tertentu yang dapat dianggap cukup berpengaruh di dunia. Hasilnya, 6 bahasa dipilih sebagai bahasa resmi yang digunakan di PBB antara lain: Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin, Bahasa Russia, Bahasa Perancis, Bahasa Arab dan Bahasa Spanyol, baca di sini. Melalui 6 bahasa resmi inilah kemudian masyarakat internasional bisa membangun komunikasi dengan baik. Bahasa kemudian berperan lebih besar dalam memajukan peradaban
c. Pendekatan Marxism, Bahasa dan Ideologi
Berdasarkan sudut pandang Marxisme pada dasarnya bahasa melekat pada ideology tertentu. Sebagai contohnya jika kita membahas tentang Ideologi Islam maka bahasa yang melekat di dalamnya adalah Bahasa Arab. Jika kita membahas tentang Ideologi Komunis, bahasa yang terpintas di kepala kita tentunya Bahasa Rusia. Hal yang sama juga berlaku pada Ideologi Liberalis yang melekat pada Bahasa Inggris. Sehingga dapat dianggap bahwa penyebaran suatu bahasa oleh Negara atau peradaban yang lebih maju secara tidak langsung merupakan penyebaran ideology yang berasal dari Negara tersebut.
Pada abad pertengahan, merupakan hal yang wajar ketika Negara dengan peradaban yang lebih maju melakukan ekspansi ke wilayah lain (yang peradabannya belum maju) secara tidak langsung bahasa dan ideologynya juga ikut dalam agenda ekspansi yang mereka lakukan. Ekspansi yang tidak melulu melalui perang (penaklukan, penjajahan) bisa pula melalui interaksi perdagangan (jual-beli). Hal ini kemudian membuat wilayah yang terkena dampak ekspansi tersebut mempelajari dan menyerap bahasa serta ideology yang dihasilkan dari interaksi tersebut.
Kesimpulan
Perbedaan perspektif akan mempengaruhi cara pandang seseorang dalam melihat suatu fenomena. Ketika perspektif sudah berbeda maka hal ini tentu akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda pula. Perbedaan seperti ini adalah hal yang biasa dalam rumpun ilmu social. Untuk itu ada pandangan tertentu dalam ilmu social yang menganggap kebenaran adalah suatu hal yang relatif. Hal itu bergantung pada sudut pandang mana yang digunakan untuk menganalisis. Jadi, pastikan HI-bro dan HI-sis sekalian terbiasa dengan perbedaan pendapat ketika mempelajari Hubungan Internasional tanpa perlu memaksakan pandangannya ataupun menolak pandangan lain. Karena dengan perbedaan pandangan tersebut dapat memperkaya wawasan dalam mempelajari studi yang sangat kompleks ini. Selamat belajar untuk berbeda!