Perang Teknologi 5G Tiongkok vs Amerika Serikat dalam Politik Global Kontemporer
- Jul 2, 2020
- /
- Opini
- /
- Admin
- 2909
Penulis: Adi Joko Purwanto, S.IP., M.A
(Dosen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Wahid Hasyim Semarang)
Di tengah pandemi global Covid-19 terselip cerita dibaliknya yaitu rivalitas Tiongkok dan Amerika Serikat. Kedua negara saling tuduh tentang pandemi tersebut. Tiongkok mengatakan virus tersebut dibawa oleh tentara Amerika Serikat yang mengikuti perlombaan militer di Wuhan, Tiongkok. Sedangkan Amerika Serikat menyebutnya virus china flu yang bocor dari sebuah laboratorium di Wuhan. Hal tersebut menunjukan rivalitas kedua negara tersebut masih berlangsung yang sebelum wabah global covid 19 terjadi yaitu perang dagang diantara keduanya. Dalam opini ini penulis mencoba untuk fokus pada rivalitas kedua big power yang telah berlangsung sejak lama bahkan akan berlanjut sampai beberapa dekade kedepan.
Mungkin tidak banyak diketahui oleh awam bahwa saat ini di tengah pandemi Covid-19 global keduanya juga sedang bertarung dalam industri teknologi 5G. Inilah yang akan coba penulis sampaikan. Perlu di catat saat penulis mendapat kesempatan berkunjung ke Tiongkok atas undagan ministry of commerce P.R. China untuk mengikuti seminar Belt and Road tahun 2019. Penulis melihat Tiongkok sudah ‘khatam’ soal industri teknologi 4G ini dibuktikan mereka sudah mulai menjual ponsel dengan teknologi 5G. Jaringan 4G di beberapa kota besar sampai ke pelosok desa, kereta bawah tanah atau penyebrangan bawah jalan (tunnel) jaringan 4G selalu On.
Rivalitas dua negara besar Amerika Serikat dan Tiongkok telah berlangsung sejak tahun 1950-an dengan pertarungan ideologi liberalisme yang diwakili Amerika Serikat dan komunisme oleh Tiongkok menjadi awal dari rivalitas. Hubungan keduanya diwarnai propaganda Perang Dingin, embargo perdagangan, dan kebisuan diplomatik. Perang Korea pada tahun 1950 menjadi bukti rivalitas Amerika Serikat dan Tiongkok. Berakhirnya perang dingin tahun1990-an telah merubah peta konstelasi politik internasional hingga memasuki era milenial tahun 2000-an corak rivalitas antar negara pun mengalami perubahan tidak lagi mengandalkan kekuatan militer dan ekonomi tetapi mulai merambah pada kekuatan teknologi. Terdapat sebuah keyakinan dari negara-negara maju dan besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok bahwa pertarungan masa depan dunia akan bergeser dalam pertarungan teknologi.
Kalau pada abad 16 – 18 siapa yang menguasai lautan maka akan menjadi penguasa dunia dan Kerajaan Inggris Raya telah menjadi bukti pada waktu itu sebagai penguasa dunia diikuti Perancis, Spanyol, Portugal dan Belanda. Maka pada masa depan siapa yang menguasai teknologi maka akan menguasai dunia dan menjadi negara yang survive dalam pertarungan politik internasional.
Saat ini rivalitas Amerika Serikat dan Tiongkok secara tidak langsung telah mengalami pergeseran kearah pertarungan dan penguasaan tekonologi salah satunya industri teknologi 5G. Hal ini sangatlah wajar (karena) ketergantungan dunia terhadap teknologi sangat kuat dari level individu sampai ke level negara. Dikutip dari beberapa sumber teknologi internet 5G adalah generasi terbaru dari jaringan internet, yang menjanjikan konektivitas dan kecepatan unduhan 10 hingga 20 kali lebih cepat daripada kecepatan internet yang tersedia sekarang serta pengunggahan data yang jauh lebih cepat, jangkauan yang lebih luas dan koneksi yang lebih stabil. Dan kedepan seluruh dunia akan menggunakan teknologi tersebut.
Image: Source
Tiongkok dan Amerika Serikat saat ini tengah dalam perlombaan untuk mengembangkan dan menyebarkan jaringan teknologi komunikasi 5G dunia. Tiongkok telah berupaya untuk mendominasi secara global dalam teknologi ini, dan Amerika Serikat baru sadar akan kenyataan bahwa mereka berada dalam persaingan yang serius dan Amerika Serikat sementara jauh tertinggal dari Tiongkok.
Saat ini Perusahaan Tiongkok seperti Huawei sangat progresif dalam pengembangan industry 5G bahkan sebagian besar komponen ponsel yang ada di dunia saat ini adalah buatan pabrikan Huawei. Hal tersebut menjadi ancaman serius Amerika Serikat sebagai negara yang tidak ingin kehilangan pengaruhnya di dunia internasional siapa pun yang memimpin dalam sektor ini secara global kemungkinan akan memimpin di banyak sektor lain di masa depan. Hal lain yang menjadikan ini sangat penting sekali bagi negara Paman Sam adalah karena Teknologi ini adalah tulang punggung dari Revolusi Industri 4.0. Dan akan menjadi landasan untuk mengembangkan apa yang dulunya merupakan fiksi ilmiah seperti mobil yang dapat mengendalikan diri, rumah dan kota pintar, operasi jarak jauh, manufaktur otonom, realitas virtual canggih, dan banyak inovasi lainnya.
Kontestasi industry teknologi 5 G sebagai penopang revolusi industri 4.0 adalah kompetisi strategis besar dan Tiongkok saat ini berhasil melalui jagoannya, Huawei. Raksasa telekomunikasi ini telah secara agresif berusaha membangun jaringan 5G di seluruh dunia dengan bantuan subsidi besar dari pemerintah Tiongkok. Huawei telah beroperasi di 170 negara (melalui kontrak 4G yang ada dan kontrak 5G yang baru). Sementara itu, perusahaan telekomunikasi utama AS hampir tidak memiliki kehadiran 5G internasional.
Bagi Amerika Serikat progesivitas yang sangat cepat Huawei dalam pengembangan teknologi 5 G tentunya menjadi sebuah ancaman. Pengenalan teknologi nirkabel 5G menjadi pintu masuk dan peluang bagi Tiongkok untuk mencapai keunggulan dan dominasi atas negara – negara lain di dunia termasuk Amerika Serikat. Jika Huawei memenangkan persaingan untuk menerapkan 5G, internet yang tahun 2030 pada saat seluruh dunia sudah menggunakan teknologi tersebut artinya 10 tahun kedepan Amerika Serikat akan kehilangan tempatnya sebagai kekuatan superpower serta teknologi terkemuka di dunia. Secara otomatis akan berdampat terhadapat lika-liku Amerika di seluruh dunia karena akan sangat terkekang oleh keberadaan sistem teknologi komunikasi yang disediakan oleh Tiongkok serta dikendalikan secara Tunggal.
Kedepan rivalitas Tiongkok dan Amerika Serikat masih akan terus berlanjut. Keduanya akan tetap bertahan untuk menjadi aktor penting dan saling berebut pengaruh dalam politik global. Metode persaingan keduanya pun tidak akan selalu mengandalkan kekuatan militer dan ekonomi disaat negara-negara lain melakukan hal sama yaitu penguatan di bidang militer dan ekonomi. Kebutuhan industri teknologi kedepan juga akan semakin kuat tingkat ketergantungan juga semakin tinggi wajar bila kedepan setiap negara akan berlomba menjadi pemegang paten teknologi. Karena mereka akan menjadi penguasa politik global masa depan
Foto: Adi Joko Purwanto