Red Light District, Amsterdam: Keuntungan dan Konsekuensinya bagi Belanda
- Aug 25, 2018
- /
- Artikel
- /
- Admin
- 5192
Red Light District, Amsterdam: Keuntungan dan Konsekuensinya bagi Belanda
Oleh Leica Kartika, Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Sebelas Maret dan Penerima Beasiswa UNS Global Challenge Study Abroad 2018 di Belanda
Pada bulan Juli yang lalu, saya mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi negara Belanda untuk mengikuti Utrecht Summer School melalui beasiswa UNS Global Challenge Study Abroad. Seperti halnya Indonesia, Belanda juga merupakan sebuah negara yang mendapatkan banyak keuntungan dari sektor pariwisatanya. Sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh World Travel & Tourism Council (2018), sektor pariwisata Belanda telah menyumbang sebanyak US$ 43.1 milyar atau 5.2% dari total GDP negara tersebut pada tahun 2017. Lebih lanjut, data yang diperoleh oleh WTTC menunjukkan bahwa angka wisatawan asing yang mengunjungi Belanda mencapai 16.3 juta jiwa pada tahun yang sama.
Image: Dokumentasi Pribadi
Belanda adalah negara tujuan pariwisata yang terkenal dalam bidang sejarah serta seninya. Di Kota Amsterdam, kita dapat menemukan sebuah distrik bernama Museumkwartier. Distrik tersebut dikhususkan sebagai wilayah utama tempat museum dan galeri seni berdiri. Beberapa tempat terkenal yang berdiri di distrik tersebut Rijksmuseum dan Vincent van Gogh Museum yang menampilkan seni-seni dari abad pertengahan, serta Banksy Museum yang menampilkan seni-seni modern beraliran street art.
Selain terkenal akan wisata sejarah dan seninya, Belanda juga dikenal sebagai sebuah negara yang menawarkan tujuan wisata yang tidak lazim. Industri seks adalah sebuah sektor pariwisata lain yang ditawarkan oleh Belanda. Industri seks dan prostitusi merupakan kegiatan yang dianggap illegal di banyak negara di dunia. Lain halnya di Belanda. industri seks telah dilegalisasi oleh pemerintah sejak tahun 2000. Hotspot dan ikon wisata seks Belanda dapat dijumpai di Red Light District yang terletak di De Wallen, Amsterdam. Wilayah tersebut adalah pusat utama dari industri seks Belanda yang berkembang melalui keberadaan rumah bordil, sex club, dan cabaret show. Saat saya mengunjungi Kota Amsterdam, saya berkesempatan untuk mengikuti walking tour yang banyak membahas mengenai sejarah wilayah Red Light dan industri seks Belanda, khususnya di Kota Amsterdam.
Kegiatan prostitusi dan industri seks bukan merupakan hal yang baru di Belanda. Kota-kota pelabuhan di Belanda seperti Amsterdam dan Rotterdam adalah wilayah yang terkenal akan industri seksnya sejak abad ke-17. Pemerintah pada masa tersebut menetapkan kegiatan prostitusi dan industri seks sebagai kegiatan illegal. Walau demikian, praktik tersebut masih banyak terjadi secara luas dan sembunyi-sembunyi. Sebelum adanya legalisasi, aktivitas prostitusi dan industri seks di Belanda banyak menuai protes dari masyarakat karena tingginya angka penyakit menular seksual dan kekerasan seksual. Hingga tahun 1990-an, Pemerintah Kota Amsterdam tidak terlalu memperhatikan adanya pelanggaran hukum dalam kegiatan prostitusi di wilayah mereka (Spapens & Rijken, 2014). Perubahan pun akhirnya terjadi pada tahun 2000, dimana Pemerintah Belanda memutuskan untuk menghapuskan Dutch Criminal Code artikel ke 250 dan 432 yang mengakibatkan berubahnya status industri seks dan aktivitas prostitusi menjadi legal. Dengan adanya legalisasi tersebut, pekerja seks adalah salah satu profesi yang terdaftar dalam Undang-Undang, sehingga para pekerja seks pun mempunyai hak dan kewajiban yang sama seperti halnya pekerja di Belanda. Para pekerja seks diwajibkan untuk membayar pajak penghasilan dan berhak mendapatkan asuransi kesehatan serta check-up kesehatan secara rutin dari pemerintah.
Karena adanya legalisasi industri seks dan aktivitas prostitusi oleh Pemerintah Belanda tersebut, negara memperoleh lebih banyak keuntungan. Seperti yang telah disebutkan di atas, total jumlah wisatawan asing yang mengunjungi Belanda adalah sebanyak 16.3 jiwa dan sektor pariwisata menyumbang sebanyak 5.2% dari total GDP Belanda. Menurut data yang diperoleh saat saya mengikuti Red Light District Tour (2018), industri seks Belanda telah menarik 60% dari total wisatawan asing yang berkunjung ke negara tersebut. Legalisasi industri seks dan kegiatan prostitusi di Belanda mengakibatkan naiknya popularitas negara tersebut di kalangan turis mancanegara, terutama yang tertarik untuk mengunjungi bidang wisata tersebut yang umumnya illegal di banyak negara lainnya. Selain terkenal di kalangan wisatawan, legalisasi industri seks di Belanda juga menarik banyak tenaga kerja asing. Melalui data yang didapatkan oleh Stephen & Carter (2000), sebanya 32% dari pekerja seks di Belanda berasal dari luar wilayah negara tersebut (12% dari negara di Amerika Latin, 8% dari Benua Afrika, dan 4% dari Benua Asia).
Image: Dokumentasi Pribadi
Selain mendatangkan keuntungan yang cukup besar, di sisi lain legalisasi industri seks dan aktivitas prostitusi di Belanda juga menimbulkan sebuah konsekuensi. Beberapa contoh yang masih sering ditemui adalah pekerja asing yang masih berusia dibawah umur minimal, yaitu 21 tahun. Warga negara asing yang menjadi pekerja seks di Belanda seringkali tidak terdaftar secara legal dan tidak memiliki lisensi, oleh karena itu banyak dari mereka yang dapat menghindari pajak penghasilan serta check-up kesehatan yang dilaksanakan rutin oleh pemerintah kota (Spapens & Rijken, 2014). Banyak juga dari mereka yang datang ke Belanda menggunakan visa kunjungan wisata, bukan visa untuk bekerja. Hal ini kerap ditemui kepada pekerja asing yang berasal dari negara-negara lain di Benua Eropa. Dalam kurun waktu 3 bulan mereka akan bekerja sebagai pekerja seks, lalu mereka akan meninggalkan Belanda untuk kembali ke negara asal mereka dan dapat menghindari pajak. Walau industri seksnya dinyatakan legal, Belanda juga masih menemui adanya praktik human trafficking. Korban-korban yang akhirnya menjadi pekerja seks illegal tersebut biasanya berasal dari benua Afrika dan Asia yang diiming-imingi motif ekonomi oleh trafficker mereka. Dalam sebuah data yang didapatkan oleh van Wijk et.al. (2010), sebanyak 8% pekerja seks di Amsterdam adalah korban dari human trafficking.
Melalui tulisan dan penjelasan diatas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa legalisasi industri seks dan aktivitas prostitusi di Belanda masih menimbulkan kekhawatiran di masyarakat dan bagi pemerintah. Walaupun Belanda sudah memiliki sebuah dasar hukum yang melindungi industri tersebut, pelanggaran yang ditemui sejak awal munculnya industri seks pada abad ke-17 masih banyak ditemui juga pada tahun 2018. Sesaat sebelum walking tour yang saya ikuti berakhir, tour guide saya yang berlatar belakang ilmu sejarah mengatakan bahwa industri seks di Belanda memang sudah lebih tertata dan diperhatikan daripada di negara-negara lain yang melegalkan aktivitas yang sama, namun bagaimanapun juga, keistimewaan Red Light District yang menarik banyak turis untuk datang ke Amsterdam juga menarik banyak kesempatan lain bagi para oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menemukan sebuah loophole dalam kebijakan tersebut.
REFERENSI
Spapens, Toine & Conny Rijken. 2014. The Fight against Human Trafficking in the Amsterdam Red Light District. International Journal of Comparative and Applied Criminal Justice.
Stephen, C. & Carter, S. 2010. Tourism and Sex: Tourism, Leisure, and Recreation. London: Biddles Limited.
Van Wijk, A., et.al. 2010. Vulnerable profession: A study of the prostitution sector in Amsterdam. Arnhern: Bureau Beke.
World Travel & Tourism Council. 2018. Travel & Tourism Economic Impact 2018 Netherlands.