Mengapa Negara Berutang? Apa Tantangannya?

  • Mar 23, 2020
  • /
  • Artikel
  • /
  • Admin
  • 28838

Oleh: Herlina (Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Sebelas Maret)
Editor: Randhi Satria


Negara bertanggung jawab untuk menyediakan fasilitas sarana dan prasarana untuk masyarakat. Hal itu diwujudkan melalui pembangunan yang merata agar dapat mencakup seluruh wilayah dan dinikmati oleh masyarakatnya. Negara tentu membutuhkan banyak sekali anggaran untuk mewujudkan hal tersebut. Oleh karena itu, negara perlu memaksimalkan pendapatannya untuk merealisasikan pembangunan tersebut. Sumber pendapatan negara yang didapat melalui pajak dan retribusi digenjot agar dapat memperbesar APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) dan APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah). Akan tetapi, bukan tidak mungkin semua modal capital yang didapat melalui pajak dan retribusi saja tidak cukup untuk melakukan pembangunan. Negara perlu memikirkan hal lain untuk mendapatkan sumber modal guna melakukan pembangunan. Untuk itu, negara merasa perlu untuk berutang kepada pihak lain seperti negara. Hal inilah yang disebut dengan utang luar negeri.


Sebelum membahas lebih jauh mengenai utang, maka perlu diketahui terlebih dahulu definisi dari utang, khususnya utang pemerintah. Utang adalah kewajiban yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah, dimana utang pemerintah mencakup Pinjaman Luar Negeri (PLN) dan Surat Berharga Negara (SBN). Pada artikel ini, saya mengajak pembaca untuk membahas masalah utang. Adapun utang yang dimaksud merupakan utang berdasarkan pinjaman luar negeri dan surat berharga negara. Berikut penjelasannya.

Perlunya Utang
Berdasarkan laman Kementerian Keuangan RI, utang diperlukan karena adanya kebutuhan belanja negara yang penting seperti penyediaan fasilitas kesehatan dan ketahahan pangan, pembiayaan pembangunan untuk penyediaan infrastruktur dan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia. Peningkatan IPM ini juga harus didasari dengan peningkatan sektor pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial. Untuk memenuhi kebutuhan di berbagai sektor tersebut, sedangkan pendapatan negara/modal operasional tidak mencukupi untuk pembiayaannya maka perlu suatu solusi. Salah satunya dapat ditempuh dengan cara memangkas belanja negara tersebut, yang mana akan mengakibatkan beberapa tujuan negara tidak tercapai dan rakyat yang akan terkena dampaknya. Sedangkan cara lainnya dapat dilakukan oleh negara yakni dengan melakukan pinjaman, tentu diiringi dengan beberapa konsekuensi. Negara Indonesia sejak dahulu memilih solusi yang kedua dengan melakukan utang. Dikutip dari detik.com, Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) per kuartal I 2019, negara yang memberikan utang kepada Indonesia antara lain, Singapura, Jepang, Amerika Serikat (AS), China, Hong Kong dan masih banyak negara Eropa dan Asia lainnya. Meskipun utang luar negeri Indonesia terlihat cukup tinggi jumlahnya, namun dilihat dari rasio utang pemerintah masih tergolong aman, dimana sesuai dengan amanat undang-undang keuangan Indonesia, masih jauh di bawah 60% dari pendapatan domestik bruto negara.

Perwujudan utang
Utang luar negeri yang berupa modal capital ini kemudian berubah wujudnya menjadi aset. Negara mengalokasikan modal capital tersebut ke dalam pembangunan aset-aset penting yang dapat menghasilkan keuntungan. Hasil revaluasi aset tahun 2017 terhadap sekitar 40 persen aset negara memperlihatkan nilai aset negara meningkat 239 persen, dari Rp781 triliun menjadi Rp2.648 triliun, atau naik sebesar Rp1.867 triliun. Aset negara mulai dari tanah, gedung, jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit dan lain-lain.

Image: https://www.indonesiana.id/read/111442/udang-di-balik-batu-hubungan-ekonomi-indonesia-china


Proyek infrastruktur yang dibiayai dengan utang untuk menambah aset negara contohnya, Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta, Waduk Jatigede, dan Double Track Cirebon-Kroya. Selain dalam bentuk fisik, aset yang dapat dirasakan rakyat meliputi 19,7 juta siswa pada tahun 2017-2018 mendapatkan Kartu Indonesia Pintar, dimana hal ini bertujuan untuk pengoptimalan bonus demografi 2045 kelak. Seluruh aset negara ini diharapkan dapat berfungsi maksimal dalam menghasilkan pemasukan kepada negara melalui pajak dan retribusi. Dengan demikian, negara akan mendapatkan penghasilan tambahan yang dapat digunakan untuk membayar utang, membangun aset dll.

Tantangan dalam berutang


• Korupsi
Dilansir dari laman kompas.com, Manajer Riset Transparency International Indonesia (TII), Wawan Suyatmiko menyampaikan bahwa skor Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perceptions Index (CPI) Indonesia tahun 2018 mengalami kenaikan satu poin menjadi 38 dengan ranking 89 dari 180 negara yang disurvei. Meskipun telah terjadi peningkatan, skor tersebut masih kategori negara yang cenderung korup. Hal ini dapat dilihat dari kasus korupsi yang kerap kali menjerat pejabat publik. Korupsi tingkat pemerintah daerah merupakan salah satu tindakan yang marak terjadi di Indonesia. Umumnya dana proyek infrastruktur yang dikorupsi.

Hal ini menjadikan anggaran belanja negara tidak mencapai target yang tepat dan justru merugikan kas negara. Padahal anggaran itu berasal dari utang sebelumnya, yang diharapkan dengan adanya pembangunan dapat meningkatkan pendapatan pemerintah. Namun yang terjadi justru sebaliknya, kas negara berkurang dan negara tetap harus menutupi kerugian agar operasional proyek tetap berjalan, serta kas negara yang defisit perlu tambahan dana dari luar untuk menjaga kelancaran operasional negara.


• Miss management / Kesalahan Manajemen
Kesalahan manajemen ini dapat berasal dari berbagai pihak, baik dari sisi manajemen sumber daya manusianya maupun manajemen keuangannya. Dari segi sumber daya manusia, rendahnya kualitas SDM dalam berkoordinasi antara pemerintah dengan masyarakat dapat berakibat ketidaksesuaian aset yang nantinya akan dibangun oleh pemerintah dari dana utang. Akibatnya pembangunan proyek untuk aset justru berhenti di tengah jalan bahkan mangkrak dan tidak berguna bagi kepentingan publik.

Tentunya hal ini sangat merugikan bukan? Kesalahan yang kedua, kesalahan manajemen keuangan dimana berasal dari kesalahan dalam mengalokasikan sumber pendapatan dari utang untuk kebutuhan yang konsumtif, bukan mengarah pada belanja aset negara atau investasi baik jangka pendek maupun panjang yang menguntungkan.


• Bunga dan denda yang besar
Sudah menjadi hal wajar, apabila melakukan pinjaman disertai dengan bunga, namun umumnya bunga atas utang negara ini cukup besar dan mayoritas merupakan utang jangka panjang. Dikutip dari cnnindonesia.com, Pemerintah saat ini mengalokasikan anggaran Rp396,54 triliun untuk membayar bunga dan cicilan pokok utang dalam APBN 2019. Jumlah yang cukup fantastis bukan? Konsekuensi dari bunga yang cukup besar dan tidak diimbangi dengan keuntungan yang sepadan atau lebih, akan merugikan kas negara, dimana kas yang seharusnya bertambah dengan modal utang, justru mengalami kerugian karena utang.

Selain bunga, ketika telah jatuh tempo pembayaran utang luar negeri, negara berkewajiban untuk membayar. Acapkali jika negara belum mampu membayar, mereka akan saling bernegosiasi untuk tenggang waktu yang diberikan. Pemberian kelonggaran ini belum tentu dibayar gratis, bisa jadi terdapat denda yang harus dibayarkan. Sehingga negara yang belum bisa membayar dibebankan lagi denda yang memperburuk kondisi keuangan negara.


Debt trap/jebakan utang
Dalam hal pemberian pinjaman dari negara maju kepada negara berkembang, tentunya memiliki kepentingan dan agenda tersembunyi yang biasanya berkaitan dengan unsur ekonomi dan politik negara pengutang/debitur. Agenda tersembunyi itu dapat terbukti dengan adanya jebakan utang. Jika negara debitur mengalami krisis ekonomi, utang menumpuk, dan tidak disertai kemampuan untuk membayar, maka jebakan utanglah yang terjadi. Di lain kondisi, bila negara debitur dapat membayar ke negara kreditur, namun dengan cara melakukan utang pada pihak lain, hanya ini menimbulkan lingkaran utang yang semakin berbelit.

Istilah jebakan utang semakin booming seiring dengan gencarnya China memberikan pinjaman ke negara-negara Afrika dan yang lainnya, dimana disinyalir merupakan suatu proyek besar China, proyek One Belt One Road (OBOR) atau kini disebut Belt Road Initiative (BRI). Proyek ini dinilai sebagai upaya China dalam mengukuhkan dominasinya dalam perdagangan global. Hal ini terbukti dari menjamurnya produk China ke seluruh dunia.

Image : https://www.economist.com/asia/2018/03/08/in-south-asia-chinese-infrastructure-brings-debt-and-antagonism

Persoalan utang piutang tentunya berbeda dengan persoalan kerjasama, bila kerjasama lebih pada keduanya dalam posisi sama untuk tujuan yang sama, sedangkan utang piutang lebih mengarah pada dorongan kebutuhan modal salah satu pihak dan pihak lain memfasilitasi dengan bunga atas pinjaman. Kasus proyek BRI yang terkenal yakni penjualan 70 persen saham senilai 1,1 triliun USD atas Pelabuhan Hambantota, Sri Lanka pada BUMN China. Hal ini dilakukan mengingat Sri Lanka tidak mampu membayar utangnya. Mayoritas negara yang terkena proyek BRI, akan mendapat stimulus baik dana maupun pekerja dari China untuk membangun infrastruktur, contohnya Indonesia. Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung melibatkan dua kontraktor dari China yakni China Railway Group Limited dan Sinohydro Corporation Limited. Keputusan ini berdasar pengalaman kontraktor China tersebut. Untuk saat ini sistem kerjasama antara Indonesia dan China masih dalam konteks Business to Business (B to B) bukan Government to Government (G to G). Meski demikian, proyek ini perlu pengawasan pula.

Untuk lebih jelas mengenai debt trap, simak video berikut ini:


Video: https://www.youtube.com/watch?v=QgXLfDApqR0


Akhir Kata
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa negara berutang untuk memenuhi kebutuhan modal negara tersebut, tentunya diiringi dengan pertimbangan PDB negara dengan rasio utang yang telah ditentukan undang-undang. Namun perlu diwaspadai pula besaran bunga dan jangka waktu yang diberikan, apakah negara mampu membayar utangnya kelak atau tidak. Hal tersebut perlu dipertimbangkan agar tidak terjerat jebakan utang. Hal lain yang dapat dilakukan dalam menilik utang negara yakni efektivitas utang, dimana utang tersebut dapat dimaksimalkan untuk pembangunan yang akan memberikan keuntungan bagi negara. Sehingga dari keuntungan yang dihasilkan dapat digunakan untuk membayar utang dan bunganya. Perlu diketahui pula bahwa kasus korupsi dan kesalahan manajemen dapat berdampak buruk terhadap utang negara yakni pembebanan kembali utang tersebut kepada masyarakat melalui pajak yang diberlakukan oleh negara. Semoga pembahasan ini dapat memberikan sedikit gambaran perihal lika-liku utang antarnegara.

Bahan Bacaan
Anwar, Muhammad Choirul. “Kebut Proyek, 2 dari 3 Kontraktor Kereta Cepat dari China.” CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/news/20190812142508-4-91362/kebut-proyek-2-dari-3-kontraktor-kereta-cepat-dari-china


CNN Indonesia. “Jokowi Rogoh Rp396 T Bayar Bunga dan Cicilan Utang di 2019.” https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20181212143830-532-353104/jokowi-rogoh-rp396-t-bayar-bunga-dan-cicilan-utang-di-2019


Departemen Keuangan Republik Indonesia. “Modul Sistem Akuntansi Utang Pemerintah (SAUP).” 2008. https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2008/86~PMK.05~2008PerLamp.pdf


Ihsanuddin. “Jokowi: Ibu Kota Baru di Sebagian Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kaltim.” https://nasional.kompas.com/read/2019/08/26/13351161/jokowi-ibu-kota-baru-di-sebagian-penajam-paser-utara-dan-kutai-kartanegara?page=all


Kementerian Keuangan Republik Indonesia. “Menjawab Utang.” https://www.kemenkeu.go.id/menjawabutang


Kementerian Keuangan Republik Indonesia. “Pemerintahan yang Memajukan Indonesia Utang Diperlukan agar Pemerintah Bisa Menjalankan Fungsi Penting dan Mendesak.” https://www.djppr.kemenkeu.go.id/pahamiutang/index.php


Khaerudin. “Utang Ditambah karena Korupsi Masih Marak.” https://nasional.kompas.com/read/2011/12/06/23591689/utang.ditambah.karena.korupsi.masih.marak

Laucereno, Sylke Febrina. “Ini Daftar Negara yang Paling Banyak Berikan Utang ke RI." https://finance.detik.com/moneter/d-4554749/ini-daftar-negara-yang-paling-banyak-berikan-utang-ke-ri

Praditya, Ilyas Istianur. “Utang Luar Negeri Indonesia Capai Rp 5.601 Triliun hingga Juni 2019.” https://m.liputan6.com/bisnis/read/4038341/utang-luar-negeri-indonesia-capai-rp-5601-triliun-hingga-juni-2019?related=dable&utm_expid=.t4QZMPzJSFeAiwlBIOcwCw.1&utm_referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.co.id%2F

Rachman, Dylan Aprialdo. “Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Naik Jadi 38.” https://nasional.kompas.com/read/2019/01/29/15404111/skor-indeks-persepsi-korupsi-indonesia-naik-jadi-38

Sitepu, Dewi Sinorita. “Utang Luar Negeri dan Problem Kemiskinan Negara Berkembang” 2005. Jurnal Global Vol. 8 No. 1 http://global.ir.fisip.ui.ac.id/index.php/global/article/view/242

Saparie, Gunoto. “Paradoks Utang Luar Negeri.” 2005. http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/blob/F13242/Paradoks%20Utang%20Luar%20Negeri-SK.htm

Zuraya, Nidia. Tak Bisa Bayar Utang, Sri Lanka Lepas Pelabuhan ke Cina.” https://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis-global/17/07/31/otxms8383-tak-bisa-bayar-utang-sri-lanka-lepas-pelabuhan-ke-cina


About The Author

Comments