Kebijakan Luar Negeri Indonesia di Kawasan Arktik Harus Diubah

  • Nov 4, 2019
  • /
  • Opini
  • /
  • Admin
  • 3034


Penulis: Sandi Saputra (Mahasiswa Magister Jurusan Regional Studies Northern (Arctic) Federal University)

Editor: Randhi Satria

Tulisan ini bertujuan untuk merespon hasil penelitian dari tim peneliti dari Universitas Indonesia dan pemerintah Indonesia yang masih melihat kawasan Arktik bukan merupakan kawasan strategis dalam kebijakan luar negeri nya. Kebijakan Indonesia terhadap kawasan Arktik saat in ini dipengaruhi oleh hasil studi Kementrian Luar Negeri Indonesia yang bekerjasama dengan Universitas Indonesia pada tahun 2014 dengan judul “Peran Arctic Council dalam menciptakan Keamanan, Kemakmuran Ekonomi dan perdamaian dalam perspektif Indonesia”. Penelitian tersebut dilakukan oleh peneliti utama Evi Fitiriani, PhD., Yuni R. Intarti, M.A. dan Andrew W. Mantong, M.Sc dan dua orang asisten peneliti yaitu Aisha R. Kusumasomantri, S. Sos., dan Cazadira F. Tamzil.

Hasil penelitian itu terbagi menjadi lima bagian:


Pertama, menempatkan Arktik sebagai kawasan yang krusial bagi manusia dan kerusakan biota Arktik dapat mempengaruhi keseimbangan global terutama negara kepulauan termasuk Indonesia.

Kedua, negara-negara yang berstatus sebagai observer di Arctic Council memiliki ketertarikan kepentingan penelitian saintifik dan mendorong Indonesia untuk mempertimbangan menjadi observer yang memiliki hak istimewa yang dapat membawa kepentingan nasional Indonesia atau tidak.

Ketiga, pemanasan global yang menyebabkan mencairanya es di kutub utara membuka jalur baru dari Asia ke Eropa yang disebut dengan Northern Sea Route (NSR). Indonesia perlu memperhatikan rute baru ini untuk kepentingan pengembangan kekuatan maritim dan dapat mempelajari keungulan teknologi, infrastruktur, jalur pelayaran, standar pencemaran dan keselamatan pelayaran. Untuk itu Indonesia seharusnya dapat meningkatkan diplomasi maritim dengan negara-negara yang bersangkutan.

Keempat, kemajuan negara Arktik dalam bidang ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya laut membuat Indonesia harus mempertimbangkan untuk menjalin hubungan lebih intensif dengan negara Arktik.

Kelima, Arctic Council dinilai berhasil dalam menjaga keberadaan masyarakat adat di kawasan dan mengingat Indonesia memiiki banyak masyarakat adat maka, Indonesia dapat bekerjasama untuk pemberdayaan masyarakat adat di Indonesia.

Image: https://www.uarctic.org/news/2017/5/finland-announces-program-for-arctic-council-chairmanship-period/

Dari lima hasil penelitian tersebut, lalu para peneliti menyimpulkan bahwa, kawasan Arktik sangat penting dan startegis dalam isu lingkungan, perubahan iklim, perekonomian, sosial dan budaya. Namun, para peneliti menyimpulkan bahwa keterlibatan Indonesia menjadi observer di Arctic Council belum diperlukan hingga saat ini.


Tanggapan Terhadap Hasil dan Kesimpulan Penelitian


Pada prinsipnya penulis sepakat dengan hasil penelitian tersebut dan mengapriasiasi mengingat bahwa sangat sedikit dokumen resmi dan studi yang membahas persoalan di kawasan Arktik di dalam bahasa Indonesia dan relevansinya terhadap kepentingan nasional Indonesia. Namun, menurut penulis masih ada ruang kosong yang belum terakomodasi, bahkan ada kekurangan yang cukup siginifikan dan patut dipertimbangkan ulang oleh para peneliti dan pemerintah Indonesia untuk memperbaruhi perspektif dan kebijakan luar negeri Indonesia di kawasan Arktik. Penulis memiliki tiga poin tanggapan terhadap hasil dan kesimpulan penelitian ini:

Pertama, produksi dan potensi minyak dan gas di kawasan Arktik adalah salah satu cadangan terbesar di dunia selain terletak di Timur Tengah seperti Yamal LNG Project milik Russia dan Shtokman field yang berada di laut Barrent yang menyimpan 3,8 triliun meter kubik (130 triliun kaki kubik). Bahkan pada tahun 2009, US Energy Information Administration mengeluarkan studi resmi dengan judul Arctic Oil and Natural Gas Potential yang menyebutkan bahwa kawasan Arktik memiliki 13 persen cadangan minyak dan gas dari seluruh dunia yang belum dieksplorasi.

Besarnya potensi energi di kawasan Arktik harus dilihat Indonesia secara holistik sebagai alternatif sumber importir gas dan minyak (energy security) Indonesia yang selama ini tergantung dengan kawasan Timur Tengah yang bergejolak dan retan konfilk kawasan yang mengakibatkan harga minyak pasaran dunia tidak stabil dan mempengaruhi stabilitas ekonomi Indonesia. Potensi ini juga harus dilihat oleh Pertamina sebagai peluang kerjasama baik investasi maupun studi teknologi, dikarenakan Russia sangat membuka kerjasama dalam explorasi energi di kawasan Arktik, seperti Shtokman field yang belum dilakukan explorasi.

Kedua, global warming telah membuat es mencair di kawasan Arktik. Semenjak 2014 (setelah penelitian tersebut) volume pelayaran komersial di Northern Sea Route (NSR) meningkat secara signifikan sebesar 3,982 (ribu ton) dan pada 2016 menigkat lebih dari dua kali lipatnya sebesar 7,226 (ribu ton) dan pada 2030 diperkirakan akan menjadi 51,100 (ribu ton) data ini dikeluarkan resmi oleh pemerintah Russia.

Jalur ini memiliki efesiensi waktu dan biaya yang sangat tinggi dibandingkan dengan jalur tradisional Asia ke Eropa melalui Terusan Suez yang membutuhkan waktu sekitar sebulan sedangkan, via NSR hanya butuh waktu 20 hari yang sangat menguntungkan perekonomian Indonesia dan sejalan dengan visi negara kemaritiman. Pada musim panas, kapal kargo dapat berlayar tanpa hambatan karena es mencair, sedangkan ketika musim dingin tetap bisa berlayar karena Russia telah memiliki tekonologi icebreaker dan pebisnis dari Indonesia dapat menjajaki kerjasama ini.

Ketiga, Ada lima negara Asia yang tergabung sebagai observer di Arctic Council yaitu China, India, Jepang, Korea Selatan dan Singapura. Kehadiran negara Asia ini tidak hanya membawa kepentingan riset ilmu pengetahuan saja namun, mereka melihat potensi ekonomi yang besar dan membawa kepentingan nasional mereka di kawasan Arktik yang akan menjadi pusat perhatian politik global. Buktinya adalah pada April 2019, produsen Liquefied Natural Gas (LNG), terbesar Russia Novatek menjual 20% sahamnya di Arctic LNG 2 ke pada dua perusahaan China yaitu China National Oil and Gas Exploration and Development Company (CNODC) dan China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) yang akan menyuplai kebutuhan energi China. Sedangkan Singapura mengincar posisi tradisionalnya sebagai negara pelabuhan yang akan dilalui jalur NSR.

Usulan Terhadap Pemerintah Indonesia
Melihat besarnya potensi di kawasan Arktik maka pemerintah harus mempertimbangkan:

Pertama, melakukan studi terbaru yang fokus terhadap kepentingan nasional khususnya ekonomi. Pemerintah Indonesia membutuhkan informasi yang terbaru, koheren dan komprehensif.

Kedua, pemerintah Indonesia harus memberi perhatian penuh terhadap NSR, jangan sampai potensi ini akan kembali dinikmati oleh beberapa negara Asia saja, terutama adalah Singapura yang mengincar posisi tradisonalnya sebagai negara pelabuhan, padahal Indonesia memiliki potensi besar sebagai negara transit dengan potensi ekonomi yang besar.

Ketiga, pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan kebijakannya di kawasan Arktik untuk menjadi pemain global dengan membawa kepentingan nasionalnya, jangan hanya menjadi penonton dan kehilangan kesempatan.
Keempat, pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan untuk mengajukan diri menjadi observer di Arctic Council untuk mempermudah akes ke kawasan Arktik demi kepentingan nasional di kawasan tersebut.

Image: Sandi Saputra

Kesimpulan
Pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan untuk mengubah kebijakan luar negerinya di kawasan Arktik menjadi lebih agresif dan memasukan menjadi kawasan strategis untuk kepenetingan nasional.


---
Penulis adalah mahasiswa di Northern (Arctic) Federal University (NArFU) jurusan Master in Regional Studies; European Studies: Arctic Focus melalui beasiswa dari pemerintah Russia pada tahun 2018. Kampus kami berada di kawasan Arctic yang bernama kota Arkhangelsk. Kampus federal yang dipersipakan sebagai jedela yang membawa kepentingan nasional Russia di kawasan Arktik. Selain di NArFU, penulis juga tercatat sebagai mahasiswa di Lakehead University dan Trent University, Ontario, Kanada sebagai bagian kerjasama antara NArFU dan University of the Arctic (asosiasi universitas di kawasan Arktik dan non-Arktik yang fokus terhadap isu kawasan Arktik). Di dua universitas Kanada, penulis mengambil jurusan Circumpolar Studies. Jurusan tersebut berhubungan dengan study master penulis namun muatannya interdisciplinary yaitu geologi, geografi, politik, ekonomi dan sosiology di kawasan Arktik.

Penulis dapat dihubungi melalui email: sandisaputra19@outlook.com


Tags:

About The Author

Comments